REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zaky Al Hamzah
Bila Fatwa kemampuan kesehatan ada, maka jika ada perbedaan pandangan dari sejumlah alim ulama terkait boleh tidaknya calon jamaah haji berangkat haji karena kesehatan yang parah atau risti, maka alim ulama tersebut akan merujuk pada Fatwa MUI tentang kemampuan kesehatan.
Dengan pendekatan informal tersebut, jelas Fidiansjah, maka kesiapan haji menjadi prima, yakni kesiapan biaya, transportasi, pemahaman manasik agama dan kemampuan kesehatan.
Dia mencontohkan sebuah pendidikan, seorang siswa harus menjalani pendidikan SD, SMP, SMU hingga kuliah dan prosesnya sangat lama.
"Bayangkan persiapan pendidikan saja sangat lama. Mestinya kerangka berpikir tamu-tamu Allah SWT (jamaah haji), juga harus lebih. Di sini dibutuhkan Fatwa MUI untuk memastikan kemampuan kesehatan jamaah haji," terangnya.
Sementara itu, jamaah haji yang wafat terus bertambah, hingga Ahad (2/11) siang WAS mencapai 291 orang jamaah, dari sebelumnya 290 orang pada Ahad (2/11) pagi.
Rinciannya jamaah reguler yang wafat sebanyak 274 orang dan 17 orang jamaah haji khusus. Jumlah tersebut sudah melebihi jamaah yang meninggal tahun lalu.
Sedangkan, sebanyak 41 jamaah haji masih dirawat di Tanah Suci. Mayoritas jamaah yang wafat akibat penyakit bawaan. "Kebanyakan yang meninggal karena penyakit bawaan dari Indonesia,'' jelasnya.
''Penyakit bawaan itu, semacam kanker, tidak mungkin di sini tiba-tiba sudah stadium tinggi," kata Kepala Seksi Kesehatan PPIH Daker Madinah, dr Tjetjep Ali Akbar, kepada MCH Madinah di BPHI di Madinah, Jumat (31/10) siang WAS.
Saat ini, BPHI Madinah masih merawat puluhan jamaah haji sakit. Sebagian jamaah haji lain sedang dirawat di RS Arab Saudi baik di Makkah maupun Madinah. Tjetjep menjelaskan mekanisme pemulangan jamaah haji yang sakit tersebut cukup rumit.