Kamis 10 Sep 2015 10:28 WIB

Kota Nabi Ibrahim, Kota yang Dirahmati (1)

Rep: Ratna Puspita/ Red: Indah Wulandari
Kemacetan Makkah selama musim haji
Foto: greenprophet.com
Kemacetan Makkah selama musim haji

REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH -- “Entah apa jadinya Makkah tanpa doa Nabi Ibrahim,” ujar seorang teman sekitar dua bulan lalu. “Nanti kalau sudah sampai sana, kamu bakal melihat sendiri deh seperti apa Makkah.”

 Kala itu, saya belum menginjakkan kaki ke tanah Haram. Saya akhirnya memasuki Kota Makkah setelah melakoni perjalanan sembilan jam dari tanah air ke Arab Saudi, dua jam proses menunggu di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, dan satu jam perjalanan dari Jeddah.

Waktu sudah dini hari ketika bus membawa saya masuk Kota Makkah. Abraj Al Bait atau orang Indonesia mengenalnya sebagai Menara Zam Zam berdiri angkuh di kejauhan, menandakan saya sudah masuk ke Tanah Suci.

Saya memang masih bisa melihat orang tua menemani anak-anaknya main di taman. Namun, langit yang terlalu gelap menghalangi pandangan mata saya untuk mengetahui maksud teman saya mengenai Makkah.

Saya baru menyadari keesokan harinya ketika melihat struktur tanah di Kota Makkah. Kesadaran itu meningkat setelah dua pekan saya berada di Makkah.

Makkah bukan kota yang subur. Jangan bayangkan keindahan alam layaknya keindahan yang kita kenal di Indonesia. Nyaris tidak ada tanaman hijau di Kota Makkah. Bukit-bukit atau gunung batu menjadi pemandangan yang menghiasi Kota Makkah. Bukit batu dan debu pasir membuat Makkah terlihat gersang dan tandus.

Makkah punya banyak terowongan. Terowongan-terowongan itu dibuat dengan cara ‘melubangi’ bukit-bukit atau orang lokal menyebutnya sebagai jabal. Lubang atau terowongan itu yang memudahkan perpindahan dari satu lokasi ke lokasi lainnya di Makkah.

Bangunan-bangunan tinggi yang berdiri di atas Makkah juga dibangun dengan cara ‘memangkas’ bukit-bukit batu. Di dekat tempat saya menginap di Syisyah, sebuah kendaraan berat tampak sedang bekerja meratakan bukit.

Dengan struktur tanah seperti itu, nyaris mustahil Makkah bisa memakmurkan banyak orang. Sebab, tidak ada sumber makanan yang bisa tumbuh.

Lalu, apa hubungannya dengan Nabi Ibrahim AS? Guru Besar Ilmu Quran dan Tafsir UIN Sunan Ampel, Surabaya, Profesor Aswad, menceritakan, kendati Makkah merupakan kota yang gersang dan tandus, Nabi Ibrahim tidak berputus asa dan memohon kepada Allah Swt. Nabi Ibrahim yakin Allah Swt mampu mengubah tanah tandus menjadi makmur.

Nabi Ibrahim AS berdoa agar Allah memberikan masyarakat Makkah rezeki dari buah-buahan. Bapak para nabi itu berdoa agar Makkah menjadi wilayah yang memakmurkan seluruh masyarakat. Kemakmuran itu tidak hanya bagi orang-orang yang beriman, namun juga seluruh masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement