Oleh: Wartawan Republika, EH Ismail
REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Bisa datang ke Tanah Suci untuk berhaji adalah impian besar setiap Muslim yang memiliki iman dan ketaatan yang tinggi. Jauhnya jarak yang harus ditempuh dan besarnya jumlah uang yang harus dikeluarkan, memperkuat alasan betapa impian besar itu menjadi kebahagiaan tak terkira saat menjadi kenyataan.
Beberapa orang “mendapat panggilan” ke Tanah Suci dengan cara-cara khusus yang terkadang tidak bisa diurai dengan logika. Ada yang menunggu bertahun-tahun dengan kemampuan harta yang cukup, tetap tak bisa berangkat untuk melihat Baitullah. Ada juga yang tanpa terbayang sebelumnya bisa berhaji, justru diberi kemudahan sampai ke kota kelahiran Nabi. Aneka cara pula mereka bisa sampai ke Tanah Suci.
Para petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) adalah salah satu di antara kaum Muslim yang (saya pandang) mendapatkan rejeki kemudahan itu. Betapa tidak, kami (saya termasuk petugas PPIH yang bertugas di tim Media Center Haji) diberikan kesempatan melayani para tamu Allah yang berbondong-bondong datang untuk memenuhi rukun Islam kelima.
“Bisa menjadi tamu Allah adalah karunia yang luar biasa. Apalagi menjadi pelayan para tamu Allah, itu kan artinya kita diminta bersama-sama menjadi bagian dari Sang Tuan Rumah untuk para tamu-Nya.” Begitulah kira-kira pesan seorang kiai yang diteguhkan kepada saya sebelum berangkat ke Tanah Haram.
Betapa pun kebahagiaan berada di sini, lama meninggalkan keluarga tetap saja membuat beberapa orang dirundung kerinduan mendalam. Untuk sedikit menghapus kerinduan itu, banyak cara pula yang dilakukan setiap orang.
Umumnya, mereka memanfaatkan teknologi yang tersedia. Sambungan telepon dan komunikasi via aplikasi media berbasis telepon pintar pun menjadi andalan. Dengan begitu, mereka tetap merasa berada di tengah-tengah keluarga tercinta.
Wawan Isab Rubiyanto, rekan satu tim MCH yang tinggal satu kamar dengan saya, jarang lupa mengabarkan setiap aktivitas yang sedang atau sudah dilaluinya selama bertugas di sini. Apalagi, ayah dua anak ini sudah dibekali“seorang anak titipan” oleh putri keduanya, Nareeta Faiza Kiraniputri (3 tahun).
“Ayah, anakku mana? Anakku mana?” begitu selalu tanya Nareeta mungil saat Wawan melakukan //video call// kepada sang istri.
Wawan pun langsung menghadapkan boneka beruang kecil ke hadapan kamera telepon pintarnya. Ya, boneka beruang cokelat muda berpakaian biru bergaris mendatar dengan gambar simbol hati merah di dada itulah “si anak titipan” Nareeta.
“Ini namanya Anakku. Nareeta yang memberi namanya begitu,” kata Wawan menerangkan boneka “anak titipan” si buah hati.
Adapun Achmad Dardiri Kholil (55 tahun), jamaah haji asal Rembang, Jawa Tengah lebih memilih menyalurkan kerinduannya terhadap keluarga dalam doa diam-diam. Ayah lima anak ini senantiasa mendoakan istri dan anak-anaknya saat berada di tempat-tempat mustajab di Tanah Suci.
“Kalau saya kangen sama ibu dan anak-anak, ya saya berdoa. Lagipula, ibu sedang sakit sekarang, kan lebih baik saya mendoakannya daripada saya memberi kabar macam-macam yang bisa bikin ibu tambah kepikiran,” ujar Achmad yang punya keinginan memberangkatkan haji sang istri, Khairiyah (55).n