Rabu 23 Sep 2015 08:17 WIB

Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji Indonesia Dinilai Belum Maksimal

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Jamaah calon haji kelompok terbang (kloter) pertama berada di ruang Mina ketika tiba di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (20/8).
Foto: EPA / STR
Jamaah calon haji kelompok terbang (kloter) pertama berada di ruang Mina ketika tiba di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (20/8).

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Tim pengawas DPR RI menilai bahwa pelayanan kesehatan bagi jamaah haji Indonesia belum maksimal. Kendala utama peralatan medis dan mobil ambulance yang sangat terbatas.

Hal itu diketahui dari penjelasan langsung dari beberapa petugas BPHI (balai pengobatan haji Indonesia) di Mekkah ketika tim pengawas DPR melakukan kunjungan dan pemeriksaan. "Meskipun ada klinik-klinik satelit yang dibuka di masing-masing sektor, namun keterbatasan peralatan medis dan tenaga para medis menyebabkan para jamaah belum maksimal ditangani," ujar Wakil Ketua Tim Pengawas Haji DPR RI Saleh Partaonan Daulay dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (23/9)

Pria yang juga menjabat sebagai ketua komisi VIII DPR RI ini menyebut Pelayanan medis menjadi sangat krusial karena jumlah jamaah lansia dan risiko tinggi (risti) dari tahun ke tahun semakin naik. Untuk tahun ini saja, jumlah jamaah lansia mencapai 64,5 persen.

"Berarti, jamaah risti jauh lebih banyak dari jamaah yang dikatakan fit untuk menjalani seluruh prosesi ibadah haji," kata dia.

Menurut pantauan tim pengawas DPR, ada banyak pasien yang memerlukan obat-obatan untuk penyakit tertentu. Setelah dicek ketersediaannya di klinik-klinik satelit, obat-obatan itu tidak ada.

Jamaah terpaksa berusaha untuk mendapatkannya di apotek-apotek yang ada di luar. Kesulitannya, kata Saleh, tidak semua jamaah bisa menjelaskan penyakitnya kepada apoteker. "Karena itu, tidak jarang mereka juga tidak bisa membeli obat. Selain itu, tidak semua obat bebas diperjualbelikan di apotek-apotek Saudi," ucapnya.

Menurut keterangan petugas BPHI, mereka juga terkendala dengan mobil ambulans. BPHI yang operasionalnya di bawah kementerian kesehatan hanya memiliki sembilan ambulance.

Sementara, ada tiga ambulans yang tidak bisa beroperasi. Untuk menutupi kecukupan ambulance, BPHI terpaksa meminjam mobil-mobil yang dimiliki oleh kementerian agama.

Sayangnya, mobil-mobil yang dimiliki kementerian agama banyak yang keluaran lama, sehingga terkadang ada yang bermasalah di tengah jalan. Kalau ada ambulans yang membawa pasien lalu mogok, tentu itu sangat riskan.

"Ambulans itu kan diperlukan untuk membawa pasien segera ke BPHI atau ke rumah sakit. Kalau mogok, ya itu akan menjadi masalah besar," ujar politikus PAN ini.

Selain itu, bus-bus safari wukuf dinilai juga masih kurang. Dengan jumlah jamaah risti seperti sekarang ini, bus-bus safari wukuf menjadi penting. Dengan adanya bus-bus itu, jamaah yang sedang sakit tetap dimungkinkan untuk dibawa ke padang Arafah untuk melakukan wukuf meskipun tetap berada di dalam bis.

Saleh mengatakan PPIH hanya menyediakan sepuluh bus untuk safari wukuf. Kapasitasnya hanya bisa mengangkut 125 jamaah. Bus safari wukuf itu didesain bagi pasien yang masih memungkinkan untuk dibawa ke Arafah. Para pasien tetap di dalam bis. Bis telah dimodifikasi sedemikian rupa bagi pasien.

Mereka bisa berbaring ataupun duduk. Sementara pengobatan dan alat-alat medis tetap melekat di tubuh mereka. Menurut dia, tidak semua pasien mau dibadal hajikan. Ada yang tetap ngotot untuk ikut wukuf. "Dengan kondisi jamaah kita yang jumlah ristinya tinggi, keberadaan bis safari wukuf ini menjadi sangat penting," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement