Ahad 22 Nov 2015 17:20 WIB

PHU Tak Perlu Ragukan Layanan Digital Bank Syariah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Damanhuri Zuhri
Situs Suci umat Islam, Kabah, tempat menunaikan ibadah haji dan umrah.
Foto: Reuters
Situs Suci umat Islam, Kabah, tempat menunaikan ibadah haji dan umrah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) dinilai tak perlu meragukan layanan digital bank syariah. Selain efisien, PHU juga jadi kolaboratif dengan bank syariah.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad Kusna Permana mengaku paham kebutuhan PHU. Sudah jadi komitmen perbankan syariah untuk melaksanakan amanat pengelolaan dana haji, pun umrah.

Semua layanan berbasis teknologi informasi termasuk produk transfer valas, sudah ada bank syariah yang memiliki. Meski tak dipungkiri, perbankan syariah pun masih punya kekurangan.

Layanan digital perbankan syariah, kata Permana, sudah setara dengan konvensional dan tidak usah diragukan. Soal sistem komputerisasi haji, meski baru tahun lalu diserahkan ke bank syariah, Permana mengungkapkan, bank syariah saling bantu untuk menyukseskan itu.

Ini terlihat dari pelunasan haji 2014 yang mencapai 90 persen dari tahun-tahun sebelumnya 75 persen. Permana menilai tentu PHU dan bank syariah harus sama adil. Kalau di konvensional ada biaya yang dikenakan, PHU rasanya bisa memahami jika di bank syariah ada hal yang sama.

''Bantu besarkan kami. Kalau sudah besar, industri tidak keberatan memberi aneka keringanan bagi PHU. Ini urusan bersama,'' kata Permana.

Jika setahun 700 ribu jamaah umrah ditambah sekitar 200 ribu jamaah haji, sudah ada hampir satu juta jamaah haji dan umrah yang dilayani bank syariah. Dana yang berputar per tahun setidaknya bisa mencapai Rp 25 triliun. Ini belum termasuk dana haji yang sudah ada sebesar Rp 75 triliun.

Dana haji yang bersifat jangka panjang bisa membiayai proyek besar dalam jangka panjang. Sementara dana umrah, meski terbilang bersifat jangka pendek, tapi tiap tahun selalu ada yang masuk dan keluar sehingga jumlahnya relatif tetap.

''Ini juga jadi poin masuk umat Islam untuk berbank syariah tanpa mengganggu konvensional yang asetnya sekitar Rp 4.500 triliun,'' ungkap Permana.

Ia menilai terlalu berisiko jika PHU membawa uang tunai di Tanah Suci. Belum lagi harus berhadapan dengan peraturan anti pencucian uang yang ketat pengawasannya. Kalau PHU menukar uang di penukaran uang dan masukkan ke bank syariah, bank syariah akhirnya juga hanya menerima sampah dolar.

Kalau semua jamaah haji dan umrah punya akun bank, kata Permana, banyak bank syariah sudah memiliki layanan kartu debit internasional. Banyak cara pembayaran alternatif dari perbankan syariah yang lebih aman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement