REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mudzakarah tentang badal haji digelar oleh Kementerian Agama (Kemenag). Mudzakarah tersebut juga membahas standarisasi badal haji yang berlaku di masyarakat. Menurut Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Kementerian Agama Muhajirin Yanis, badal haji perlu panduan agar masyarakat dalam melaksanakan badal memiliki dasar yang diambil.
Mudzakarah tersebut, kata Muhajirin, menghasilkan beberapa dasar fikhiyyah tentang badal haji. Dari rumusan fikhiyyah tersebut akan ditetapkan dalam bentuk regulasi. "Jadi jelas aturannya, menjadi panduan," kata Muhajirin kepada Republika.co.id, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Rabu (3/8).
Muhajirin mencontohkan yang berkembang di masyarakat yaitu ketika anak ingin menghajikan orang tuanya yang sudah meninggal. Namun sejauh ini, Muhajirin menuturkan, belum terdapat panduan yang mengatur pelaksanaannya.
Sebab itu, Muhajirin menegaskan, nantinya akan dibuatkan panduan mengenai hal tersebut. Misalnya siapa yang harus dibadalkan dan siapa yang harus membadalkan. Muhajirin menambahkan, pemerintah juga perlu untuk memikirkan terkait biaya. Sehingga terdapat patokan dam dan petugas secara serius melaksanakan badal sesuai dengan ketentuan syar'i.
"Dua kesimpulan besar itu nanti akan ada tim perumusan akhir. Nanti kita tindaklanjuti dengan penyusunan regulasi," ucapnya.Muhajirin menambahkan, pemerintah menginginkan badal yang dilakukan masyarakat umum sama dengan haji reguler. Hingga saat ini badal oleh masyarakat umum belum ada peraturan dari segi perspektif perundang-undangan.
Dia mengatakan, mudzakarah tersebut untuk men-tashih kembali regulasi yang ada tentang badal haji. Apakah dari sisi fikih regulasi yang ada perlu disempurnakan."Alhamdulillah hasilnya regulasi yang sudah kita laksanakan sudah baik. Nanti akan terus kita perbaiki," ujar Muhajirin.