Kamis 04 Aug 2016 17:54 WIB

Kemenag akan Perketat Badal Haji

Seorang petugas haji memperlihatkan sertifikat badal haji yang telah siap diberikan kepada keluarga jamaah haji Indonesia
Foto: antarafoto
Seorang petugas haji memperlihatkan sertifikat badal haji yang telah siap diberikan kepada keluarga jamaah haji Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Kementerian Agama (Kemenag) akan memperketat pengawasan badal atau perwalian haji agar dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan dan syariat Islam.

"Pemerintah diminta untuk melakukan 'monitoring' (pengawasan) dan mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dibenarkan dalam badal haji," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil saat ditemui di Hanggar GMF AeroAsia, Cengkareng, Tangerang, Kamis (4/8).

Dia mengatakan badal haji berpotensi untuk disalahgunakan masyarakat sehingga Kemenag sebagai kementerian yang mengurusi haji harus melakukan intervensi. Intervensi tersebut misalnya verifikasi calon anggota jamaah pelaksana badal haji. Lewat verifikasi, kata dia, Kemenag dapat menentukan calon pembadal haji bisa mendapatkan kuota haji atau tidak.

Djamil mengatakan pihaknya tidak boleh lepas tangan karena jika itu terjadi berarti kementerian melakukan upaya cuci tangan urusan badal haji yang menjadi kewajiban Kemenag. "Hal ini harus dikontrol. Pemerintah lewat badal haji ini harus melakukan seleksi berapa orang yang dibadalhajikan, lalu siapa yang melakukan badal harus dilakukan identifikasi orangnya secara cermat. Jangan sampai seseorang membadalkan untuk sejumlah orang yang dibadalkan," kata dia.

Upaya verifikasi, kata dia, merupakan bagian dari pengawasan Kemenag. "Kami memang diminta supaya lebih mengetatkan soal badal haji itu. Siapa yang badal, berapa orang yang dibadalkan, bagaimana prosesnya. Kami lakukan seleksi badal tidak sembarangan dan dengan syarat ketat," kata dia.

Badal haji, kata dia, merupakan ibadah haji yang dilaksanakan oleh seseorang atas nama orang lain yang telah memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah haji. Akan tetapi, terdapat keadaan orang tersebut uzur atau berhalangan sehingga tidak dapat melaksanakannya sendiri. Maka pelaksanaan ibadah tersebut diwakilkan kepada orang lain.

Kata dia, seseorang dapat dibadalkan jika yang bersangkutan meninggal, gangguan jiwa atau sakit keras. "Badal yang kami tangani ini untuk jamaah haji yang berhalangan sehingga belum wukuf di Arafah, misalnya kemudian yang bersangkutan wafat, kami wajib untuk mengelola badal hajinya tersebut," kata dia.

Djamil mengatakan saat ini pihaknya melandaskan hukum badal haji sesuai hasil rembug nasional Muzakarah Perhajian yang diselenggarakan Kemenag awal Agustus 2016.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement