Senin 08 Aug 2016 17:10 WIB

Kisah Kapal Laut dan Menu Ikan Asin

Jamaah haji tempo dulu menggunakan angkutan kapal laut (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Jamaah haji tempo dulu menggunakan angkutan kapal laut (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak pemerintah Hindia Belanda membolehkan campur tangan pribumi dalam pengelolaan haji, sejak itu pula jumlah jamaah haji dari Nusantara terus melonjak. Pada 1930 misalnya, jumlah jamaah Indonesia mencapai 33 ribu orang.

Bandingkan dengan total jamaah haji dari luar Arab yang berjumlah 80 ribu orang. Ini artinya, cikal bakal wilayah yang kelak disebut Indonesia ini, sejak dahulu telah menyumbang lebih dari 30 persen dari total jamaah haji dari seluruh dunia.

Semakin besarnya jumlah jamaah haji, tuntutan pelayanan pun menjadi perhatian. KRH. Muhammad Adnan, Ketua Mahkamah Tinggi Islam se Jawa-Madura, menceritakan, perjalanan haji kala itu amatlah berat dan penuh cobaan. Pada Rabu 23 Februari 1927, pukul 17.00, ia berangkat dengan 1.175 penumpang dengan seorang dokter. Dokter itu bernama Satiman Wiryosanjoyo, yang juga adik dari mantan ketua umum Masyumi, Sukiman Wiryosanjoyo, berasal dari Surakarta.

Saat itu, Adnan bersama rombongan menaiki kapal bernama Armanistan, kepunyaan orang India yang bernama Haji Hasan Nimazi. Keadaan kapal laut yang dipakai jamaah haji itu amatlah sempit. Para jamaah kurang mendapatkan pelayanan yang baik. Jatah makanan kerapkali dibagikan kurang dari porsi sebagaimana wajarnya. Ada kalanya nasi yang diberikan kurang matang.

Menunya berupa nasi dengan lauk pauknya, seperti ikan asin dan telur, ditambah sayur mayor, kacang hijau, kecap dan sebagainya. Ongkos naik haji kapal laut pergi pulang saat itu sebesar 255 gulden, seharga dengan sebuah rumah satu orang. Bagi anak-anak di bawah umur 12 tahun biayanya 112,5 gulden untuk kelas dek. Jika ingin mendapat kamar, maka jamaah harus menambah 300 gulden per orang, dengan satu kamar untuk dua orang.

Kapal itu tiba di Singapura pada 27 Februari 1927 dan berangkat lagi esok pagi, pada 4 Maret 1927 pukul 11.00. Kapal ini melewati pelabuhan Kolombo, Sri lanka namun tidak singgah dan langsung menuju Jeddah, tiba pukul 11.00, 17 Maret 1927.

Waktu yang dibutuhkan menuju Jeddah selama 22 hari. Sampainya di Jeddah, Adnan dan rombongan melakukan perjalanan ke Makkah menggunakan mobil. Waktu itu, masih banyak jamaah haji lain yang menggunakan unta. Ongkos naik mobil Jeddah-Makkah yang jaraknya lebih kurang 83 kilometer sebesar 12,5 gulden.

Amri Amrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement