Sabtu 13 Aug 2016 08:57 WIB

Pramoedya, Hamka, Aidit, dan Persepsi Pejoratif Terhadap Haji

Foto mirip tokoh PKI DN Aidit di pamerkan di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.
Foto: Hidayat Adhiningrat
Foto mirip tokoh PKI DN Aidit di pamerkan di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.

Memasuki bulan haji, berbarengan dengan bulan Agustus dan dua pekan lagi memasuki bulan September, dan pada saat yang berbarangen munculnya kehebohan gambar mirip DN Aidit bersama KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari pada pameran lukisan di Terminal 3 Ultimate Bandara Sukarno-Hatta, memang terasa ‘renyah’ untuk disimak. Apalagi, bila kemudian soal ini dikaitkan dengan persepsi kalangan umat Islam terhadap 'citraan' haji dalam berbagai karya sastra mendiang Pramoedya Ananta Toer, mantan pengasuh rubrik kebudayaan 'Lentera'  yang menjadi corong PKI di tahun 1960-an: Bintang Timur.

Bagi umat Islam dan di antara para ulama Indonesia sampai kini memang masih merasa risi, bahkan 'phobia', bila ada yang menyebut nama mendiang penulis kelahiran Blora tersebut. Pendirian mereka tetap kokoh pada sikap bahwa meski banyak pihak yang menyatakan karya Pramoedya (akrab dipanggil dengan Pramoedya atau Pram,red) bermutu, hasil karyanya tak perlu dibaca. Ini karena karya Pram itu dianggap selalu bersikap sinis terhadap sosok haji, atau bahkan ‘anti’ terhadap segala sesuatu yang berbau Islam.

Memang bagi umat Islam, sampai kini juga tertanam ingatan yang pahit, betapa kaum komunis di bawah pimpinan partainya DN Aidit itu bersikap pejoratif terhadap sosok haji dan para kiai. Mereka anggap bila ada haji yang tak pro dengan  ideologi mereka, maka akan dimasukkan dalam salah satu bagian dari kategori 'tujuh setan desa'.

Bukan hanya itu, PKI saat itu terus ribut mengolok-olok Partai Masyumi dengan mengkaitkannya sebagai partai yang tak becus mengurus penyelenggaraan haji. Dan yang paling menyakitkan lagi adalah ketika para kiai (terutama di Jawa Timur) dianggap oleh para pengikut ajaran komunis, sebagai tuan tanah yang sewenang-wenang pada rakyat kec

Sebagai contoh konkrit dari dalamnya rasa 'perlawanan terhadap apa saja yang berbau komunis' -- termasuk terhadap karya Pramoedya-- kemudian terjadi ketika banyak pihak di kalangan umat Islam menolak peredaran film karya sutradara Hanung Bramantyo: 'Perempuan Berkalung Sorban'. Jalinan cerita dalam skenario ini merupakan adaptasi dari cerita pendek sastrawan perempuan kondang yang juga merupakan santriwati asal Jombang, Jawa Timur, Abidah El Khalieqy.

Nah, salah satu alasan penolakan kalangan kiai atas film tersebut karena tokoh pemain perempuannya di dalam film tersebut karena ada adegan seorang santri membawa-bawa buku Pram di dalam pesantren. Dengan kata lain, para kyai keberatan atas penggambaran itu karena seolah buku-buku  karya Pram itu dijadikan bacaan para santri. Dan di sini Abidah pun kemudian sempat memberikan keterangan bahwa adegan membawa buku Pram di pesantren tersebut tidak bersumber dari cerita pendek yang ditulisnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement