Rabu 24 Aug 2016 00:58 WIB

HNW: Pemerintah Perlu Intensifkan Lobi Penambahan Kuota Haji

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agung Sasongko
Perluasan pembangunan di sekitar Kabah terus berlangsung, Jumat (21/6). Karena proyek perluasan ini Kerajaan Saudi memangkas kuota jamaah haji seluruh dunia. Perluasan Masjidil Haram kabarnya baru tuntas pada 2016
Foto: Stevy Maradona/Republika
Perluasan pembangunan di sekitar Kabah terus berlangsung, Jumat (21/6). Karena proyek perluasan ini Kerajaan Saudi memangkas kuota jamaah haji seluruh dunia. Perluasan Masjidil Haram kabarnya baru tuntas pada 2016

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta agar Pemerintah lebih mengintesifkan lobi dengan pemerintah Arab Saudi untuk meminta tambahan kuota haji. Tambahan kuota sangat dimungkinkan mengingat sejumlah negara muslim tidak akan menggunakan kuotanya dengan maksimal karena kondisi di dalam negeri yang tidak memungkinkan.

"Kita ketahui sejumlah negara Muslim seperti Irak, Syiria, Yaman, dan beberapa lainnya tengah dilanda konflik di dalam negeri, sehingga kemungkinan negara-negara itu tidak mungkin memaksimalkan kuota haji yang didapat. Pemerintah Indonesia dapat melobi agar kuota yang tidak terpakai itu bisa diberikan sebagiannya ke Indonesia,” kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/8).

Penambahan kuota haji, menurut Hidayat, sangat mendesak untuk Indonesia, mengingat animo masyarakat yang begitu besar. Hal itu bisa terlihat dari panjang dan lamanya antrian untuk bisa berangkat menunaikan ibadah haji.

"Di Jakarta saja antriannya sudah sampai 18 tahun. Jadi kalau daftar sekarang baru tahun 2035 nanti bisa berangkat. Di Kalimantan Selatan lebih lama lagi, tahun 2043 baru berangkat. Jadi kondisinya sudah sangat mendesak untuk tambahan kuota," ujar dia.

Menurut Hidayat, selain tambahan kuota ini dapat memperpendek antrian, juga mampu menghindarkan masyarakat tergoda jalan pintas berhaji dengan jalur yang tidak tepat. Misalnya, seperti yang terjadi dalam kasus jamaah haji Indonesia yang ditahan karena menggunakan paspor Filipina.

Ia menilai kasus jamaah haji yang berangkat dari Filipina itu adalah korban bujuk rayu oknum dari negara-negara dengan kuota haji, namun tidak bisa dimaksimalkan kuotanya. Sebab jumlah penduduk muslim mereka sangat sedikit.

"Mereka mau menempuh cara itu karena ada jaminan mereka bisa ke tanah suci dengan aman. Kalau mereka tahu bahwa mereka akan berangkat dengan paspor palsu, dengan cara ilegal mereka juga tentu tidak akan mau," kata Hidayat menambahkan.

Terkait dengan hal ini MPR berharap, pemerintah dapat melindungi warga negaranya yang menjadi korban bujuk rayu kemudahan berhaji melalui negara orang. Lobi-lobi perlu dilakukan dengan pemerintah Filipina dalam konteks tetangga satu kawasan ASEAN.

Tetapi yang jauh lebih penting, pemerintah mampu meminta tambahan kuota haji kepada pemerintah Arab Saudi. Agar persoalan antrian dan jamaah haji ilegal tidak ada lagi di masa mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement