REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) merekomendasikan agar jamaah haji risiko tinggi (risti) dengan penyakit berat namun layak terbang, untuk dipulangkan ke Tanah Air lebih awal.
"KPHI merekomendasikan jamaah risti dengan penyakit berat tapi dia masih layak terbang. Ini segera ditanazzulkan. Sehingga tidak merepotkan banyak pihak," kata Ketua KPHI Mohammad Samidin Nashir di Daerah Kerja Mekkah, Senin (19/9).
Ia menilai jamaah risti dengan penyakit yang cukup berat akan menyita tenaga dan perhatian petugas karena membutuhkan berbagai pelayanan ekstra yang justru dapat mengalihkan perhatian petugas dari jamaah lain yang juga membutuhkan pelayanan.
Karena itu, ia meminta petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) untuk melakukan pendataan ulang jumlah jamaah haji risti di setiap kelompok terbang. "Mungkin data sebelum Armina tentang jamaah risti penyakit berat sudah terdata, tetapi pascaArmina akan muncul data baru. Sehingga perlu pendataan dengan cermat," katanya merujuk periode Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armina).
Samidin menyebutkan data terakhir pada 1437H/2016M sekitar 67 persen dari kuota 155.200 jamaah masuk kategori lanjut usia yang kebanyakan memiliki sejumlah penyakit bawaan dari Tanah Air seperti jantung, diabetes dan pernafasan.
Sementara itu komisioner KPHI Abidinsyah Aziz Siregar mengapresiasi Nota Kesepahaman antara Menteri Agama dan Menteri Kesehatan terkait istithaah (kemampuan) kesehatan sebagai pola untuk menekan jumlah angka kematian dan kesakitan. "Pendekatan kesehatan itu lebih melihat kesiapan dan kemandirian jamaah dalam menjalankan ibadah haji," katanya.
Ia berharap semua jajaran penyelenggara ibadah haji dapat bersikap lebih tegas untuk menerapkan itu. "Di sini kami harus berani mengatakan, belum semua jajaran di bawah penyelenggara haji khusus di embarkasi bisa bersikap tegas karena sesuai dengan data yang kami kumpulkan di semua sektor yang ada di Makkah ini pada hari Armina, diperhitungkan mencapai ribuan jamaah sebenarnya tidak layak untuk terbang ke Tanah Suci sesuai kemampuan kesehatannya," ujarnya menjelaskan.
Ia menilai jamaah tak layak terbang tersebut sebagai fenomena gunung es yang menjadi masalah besar dalam pelayanan kesehatan seiring dengan komposisi tenaga kesehatan semakin sedikit. "Tahun sebelumnya masih banyak dokter spesialis bekerja di sektor. Sekarang tidak ada spesialis di sektor," ujarnya.