IHRAM.CO.ID, Kunjungan Raja Salman ke Indonesia akan dimulai pada Rabu (1/3). Lawatan ke Tanah Air ini merupakan yang pertama oleh penguasa Arab Saudi sejak 47 tahun belakangan.
Terkait itu, Komunitas Haji Indonesia menilai, momentum tersebut historis. Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfudin berharap, pemerintah Indonesia mampu secara maksimal memanfaatkan kedatangan Raja Arab Saudi untuk meningkatkan mewujudkan kerja sama jangka panjang di bidang perhajian.
“Selamat datang di Indonesia. Tentunya, suatu kehormatan dan kebanggaan setelah sekian puluh tahun, Raja Arab bisa datang ke Indonesia. Kami tentu sangat gembira, sangat bahagia. Syukur-syukur bila (kunjungan) ini bisa menjalin kerja sama jangka panjang terkait dengan haji, berhubung jumlah jamaah kita paling besar di sana,” kata Ade Marfudin, Selasa (28/2).
Raja Salman datang ke Indonesia dengan rombongan berjumlah 1.500 orang, serta 10 menteri dan 25 pangeran. Di antaranya adalah para pengusaha atau kontraktor terkemuka.
Dikatakan Ade, Indonesia harus memetik keuntungan dari momentum ini seoptimal mungkin. Di antaranya, keinginan dari jamaah Indonesia untuk mendapatkan lokasi menginap yang nyaman selama di Tanah Suci.
Namun, Ade menegaskan, pemerintah tak boleh lagi berpikir jangka pendek untuk soal akomodasi ini karena itu merupakan kebutuhan pokok jamaah haji dan umrah. Karena itu, dia meminta, pemerintah untuk mewujudkan gagasan pendirian kawasan terpadu haji Indonesia.
“Maka, yang perlu dimintakan (kepada pemerintah Arab Saudi) adalah, keleluasaan untuk membangun kawasan terpadu haji Indonesia di sana. Saya kira, sudah saatnya kita punya daya tawar dan bernegosiasi baik dengan Raja (Arab Saudi),” katanya.
Bentuk kawasan terpadu ini, lanjut dia, bisa berupa tanah wakaf atau lahan yang dikontrakkan untuk jangka panjang kepada pihak Indonesia.
Ade mencontohkan, pemerintah Brunei Darussalam, yang telah menyewa sebuah lahan yang cukup luas di Makkah untuk tempat menginap bagi para jamaah haji dan umrah mereka. Masa sewa lahan tersebut sangat panjang yakni 99 tahun, sehingga pemerintah Brunei tak perlu lagi memusingkan urusan akomodasi haji atau umrah tiap tahun.
“Ini yang kita minta. Bukan hanya soal tambahan kuota. Kalau kuota, saya pikir itu fluktuatif. Tapi kalau soal pemondokan, ini kan kebutuhan yang urgen,” ujar dia.
“Tiap tahun kita sewa (pemondokan). Itu juga sering kita dipermainkan oleh calo-calo di sana. Maka, kenapa kita tidak berpikir untuk jangka panjang? Saya kira, masih ada lahan (di Arab Saudi) untuk itu.”
Adanya kawasan terpadu tersebut dinilai akan meringankan beban calon jamaah haji. Sebab, lanjut Ade, mereka bisa berhemat dengan biaya akomodasi penginapan selama di Tanah Suci. Lokasinya diharapkan tak hanya Makkah, melainkan juga Madinah. Masing-masing agar tak terlampau jauh dengan Masjidil Haram atau Masjid Nabawi.
Adanya kawasan terpadu itu pun akan tetap berguna bila musim haji telah lewat. Sebab, tegas Ade, jamaah umrah asal Indonesia pun terbilang banyak. “Jangan kita berpikir, takut itu tak dipakai. (Jamaah) umrah kita itu lebih besar daripada jamaah haji kita, sehingga (kawasan terpadu) bisa dipakai kalau musim umrah,” ujarnya.