Senin 01 May 2017 22:00 WIB

Ini Saran MUI Soal Hukum Haji dan Umrah bagi Wanita Haid

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Wanita haid (ilustrasi).
Foto: Republika/Musiron/ca
Wanita haid (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID, JAKRATA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Porf Huzaemah Y Tanggo, mengungkap, satu masalah bagi jamaah wanita haid saat haji atau umrah. Hal itu mengingat mereka yang haid tidak boleh melakukan tawaf, sedangkan itu rukun.

"Yang jadi masalah karena tawaf tidak boleh dilaksanakan kecuali dalam keadaan suci, hadits nabi, tapi kalau belum tawaf tidak sah haji atau umrahnya," kata Huzaemah ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (1/5).

Ia menerangkan, tawaf yang dimaksud merupakan ifadhah yang jika pulang tanpa melakukannya, orang itu harus kembali lagi tahun berikutnya. Terlebih, selama belum tawaf jamaah wanita itu tidak boleh bergaul dengan suaminya.

Untuk itu, ia mengusulkan, jamaah wanita sebelum berangkat harus berkonsultasi dengan doketer, termasuk kemungkinan ada obat yang bisa menahan atau menunda haid. Selain itu, mereka diminta menghitung waktu tawaf masuk masa haid atau tidak.

"Karena, menurut Kemenag tiap tahun 55 persen jamaah haji itu perempuan, dan banyak dari mereka yang usianya masih produktif," ujar Huzaemah.

Huzaemah mengimbau, jamaah wanita untuk tidak berbohong, apalagi jika dalam keadaan hamil. Pasalnya, jika terjadi keguguran jamaah wanita itu akan mengalami nifas, sehingga tidak diizinkan melakukan tawaf.

Selain itu, dia meminta, jamaah wanita tidak memaksakan diri, melakukan ziarah-ziarah yang bukan rukun haji atau umrah. Menurut Huzaemah, belakangan banyak jamaah yang ingin ke Gua Hira, mengambil Arbain atau ke Jabal Uhud yang bukan rukun.

"Ketika sampai di Makkah kecapaian, itu resiko, ingat yang wajib, repot kalau harus kembali lagi untuk tawaf ifadhah," kata Huzaemah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement