IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) menilai, pemerintah sudah terlalu banyak menggunakan uang jamaah melebihi kapasitasnya. Salah satu contohnya, yakni nilai penggunaan dana optimalisasi haji untuk 'membantu' jamaah yang terlalu besar.
"Penggunaannya sudah melebihi wewenang atau kapasitasnya. Tahun lalu (penggunaan dana optimalisasi) Rp 26 juta per jamaah, tahun sekarang bisa jadi lebih dari itu. Padahal ini //kan// juga ada uang titipan jamaah untuk membayar setoran awal," ujar Komisioner KPHI Syamsul Maarif kepada Republika.co.id, Selasa (2/5).
Oleh karena itu, dia meminta, pemerintah tidak boleh sewenang-sewenang dalam menggunakan dana haji. "Perlu kehati-hatian. Tahun ini sudah terlalu banyak dana setoran digunakan pemerintah untuk membantu jamaah," ujarnya.
Menurut Syamsul, dana haji boleh digunakan pemerintah untuk keperluan yang berkaitan dengan jamaah. Namun yang perlu diingat, pemerintah harus obyektif menyampaikan kepada jamaah bahwa dana yang dibutuhkan per jamaah untuk bisa berhaji yakni Rp 60 juta.
Apabila pemerintah mau membantu dengan dana optimalisasi, menurut dia, maka harus disesuaikan dengan masa tunggu jamaah. Misalnya, jamaah yang memiliki masa tunggu 10 hingga 12 tahun, maka hasil keuntungan yang diperoleh dari dana setoran awal Rp 10 juta. Maka sisa biaya haji yang perlu dilunasi Rp 50 juta.
Angka tersebut dinilainya cukup relevan dengan biaya kebutuhan jamaah untuk bisa pergi ke Tanah Suci. Pasalnya, harga tiket pesawat saat ini Rp 25 juta dan biaya penginapan Rp 10 juta. Itu pun baru biaya selama di Makkah, belum di Madinah.
Untuk itu, dia meminta, pemerintah cermat menggunakan uang setoran haji dan jangan asal menggunakannya demi menyenangkan jamaah sementara penggunanya masih //subhat//. "Pemerintah harus hati-hati menggunakan uang setoran jamaah sekalipun untuk kepentingan jamaah itu sendiri," ujar Syamsul.