IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan mengalami tantangan dalam menyelenggarakan haji tahun ini. Pasalnya, dengan semakin bertambahnya kuota, maka akomodasi jamaah pun akan semakin meningkat.
"Pemerintah tak hanya menghadapi tantangan masalah haji di dalam negeri tetapi juga di luar negeri, apalagi setelah kuota dikembalikan menjadi normal dan ditambah 10 ribu menjadi 221 ribu," kata Mantan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Abdul Djamil, kepada Republika.co.id, Selasa (23/5).
Agustus 2016 lalu, Djamil yang masih menjabat melakukan rapat konsolidasi dengan Menteri Haji Saudi yang masih dijabat oleh Muhammad Bandar. Mereka berusaha untuk menggenjot jamaah umrah hingga 30 juta jamaah tiap tahun.
Tambahan kuota untuk Indonesia pun telah didapatkan semula hanya 211 ribu kini menjadi 221 ribu dan masyarakat masih meminta tambahan lagi. "Penambahan kuota itu mudah, tetapi kendalanya adalah akomodasi jamaah," ujar dia.
Memang wilayah Masjidil Haram telah mengalami perluasan dan mampu menampung 115 ribu jamaah setiap jam. Tetapi masalah selanjutnya adalah penempatan jamaah di Arafah dan Mina. Saat ini saja, diketahui jamaah haji Indonesia telah menempati Mina Jadid atau di luar gerbang perbatasan Mina dan Muzdalifah.
Djamil mengakui, butuh biaya besar jika ingin menggeser jamaah haji untuk mendekati markaziyah. Saat ini, Indonesia hanya mampu membayar satu jamaah untuk menempati markaziyah itu 950 riyal. "Bisa saja seperti Nigeria, mereka berani membayar 5.000 riyal untuk bisa menempati markaziyah," ujar dia.
Djamil menegaskan, haji khusus masih bisa menempati markaziyah karena memang biaya yang dibayarkan lebih besar dibandingkan haji reguler. Saat ini pun, untuk mengatasi semakin banyaknya peminat haji, Masjid Nabawi mengalami perluasan wilayah, ke depannya wilayah Syimali dan al Andalus pun akan menjadi bagian dari perluasan di Madinah.