IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodiq Mudjahid mengatakan, ide Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) tentang penghapusan safari wukuf untuk jamaah haji risiko tinggi layak dikukuhkan dengan fatwa MUI.
"Masalah ibadah haji bukan hanya masalah syariah formal, tapi masalah tekad dan komitmen jamaah. Contoh, banyak calon jamaah yang risti atau tidak layak menurut medis untuk berangkat, tapi tetap memaksa ingin berangkat dan siap wafat di tanah suci sedang haji," jelas dia kepada Republika.co.id, Selasa (15/8).
Begitu pula dengan safari wukuf. Ide KPHI, menurut dia, ide yang layak dan harus dikukuhkan oleh fatwa MUI agar jamaah makin mantap.
Tetapi, walau sudah ada fatwa dari MUI, dalam pelaksanaannya tidak boleh dipaksakan. Petugas harus lebih dulu menawarkan pilihan kepada jamaah maupun pendampingnya.
"Jika mereka ikhlas dan setuju diganti dengan badal haji maka dapat dilaksanakan dengan badal haji. Tetapi jika tidak ikhlas dan tidak setuju maka tetap melaksanakan safari wukuf, " jelas dia.
Sodiq juga mengimbau, jika jamaah risti memilih untuk membadalkan haji maka mereka yang melaksanakan badal haji dilarang melakukan penarikan biaya. Karena umumnya badal haji yang sedari awal dilakukan biasanya melakukan penarikan sejumlah biaya.
Sebelumnya, Komisioner KPHI bidang kesehatan Abidinsyah Siregar menyarankan agar jamaah haji yang kesulitan bergerak atau risti lebih baik tidak mengikuti safari dakwah dan memilih membadalkan hajinya. Ini karena setiap tahun jamaah risti yang harus diangkut dan didampingi tidak kurang dari 300 orang.
Sedangkan, mereka membutuhkan pendamping tenaga kesehatan hingga 500 orang. Tentu akan menyulitkan tenaga kesehatan untuk mengawasi jamaah sakit yang lain.
Padahal, biasanya jamaah risti ini ketika melaksanakan wukuf hanya berada di dalam mobil dan membuka jendela saja. Belum lagi, persiapan membawa mereka dilakukan sepekan sebelum safari wukuf ditambah petugas kesehatan yang jumlahnya tahun ini berkurang.