IHRAM.CO.ID, Sebagian jamaah haji, termasuk dari Indonesia, menempati kawasan yang disebut sebagai Mina Jadid, saat menjalani prosesi mabit atau menginap. Sebagian jamaah ada yang menilai kalau Mina Jadid bukan menjadi bagian dari Mina, sementara sebagian lain berbeda. Lantas, bagaimana sebenarnya hukum mabit di Mina Jadid?
Salah satu Anggota Amirul Hajj yang juga Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr. Asrorun Ni’am, Senin (28/08), memberikan penjelasannya. "Selama ini kita cukup akrab dengan istilah Mina Jadid. Sebenarnya, istilah tepatnya bukan Mina Jadid atau Mina Baru, tetapi perluasan area Mina. Ini diijtihadkan seiring dengan bertambahnya jumlah jemaah haji, sementara area Mina tidak bertambah, mulai dari zaman rasul, hingga kini," katanya.
"Nah, untuk kepentingan menjaga keselamatan, ketertiban, dan keamanan, maka pemerintah Saudi melakukan inisiasi untuk memperluas tempat mabit hingga di luar Mina. Inilah yang kemudian dikenal sebagai Mina Perluasan. Posisi Mina Perluasan masih dalam posisi ittishal atau nyambung dengan posisi Mina".
Terhadap masalah ini, para ulama berijtihad. Menurut para ulama, perluasan Mina itu pada hakikatnya mirip perluasan tempat shalat, misalnya, pada pelaksanaan shalat Jumat. Saat masjid penuh, maka pelaksanaan shalat Jumat di luar masjid itu dimungkinkan untuk dilakukan. Syaratnya ittishal (menyambung).
Tentu, dalam kondisi normal, kita tidak boleh shalat di jalanan. Sebagaimana dalam posisi normal, kalau Mina kosong, kita tidak boleh mabit di luar Mina. Akan tetapi karena posisi Mina sudah penuh, untuk menjaga kemashlahatan umum, maka bagi yang tidak memperoleh tempat di Mina, dapat menempati di perluasan Mina.