IHRAM.CO.ID, Terasa ada yang menggerakkan kaki, tangan, dan seluruh badannnya selama menyusuri jalur Muzdalifah hingga ke Mina. Lutfiah Sahabudin, dokter gigi yang tergabung dalam Tim Gerak Cepat (TGC) Klinik Kesehatan Haji (KKHI) Makkah ini, bersama tiga rekan dokter perempuan dan anggota tim lainnya harus berjalan menyisir jalur ini.
Tim yang terbagi tiga tahap penyisiran tersebut memastikan jika ada jika ada jamaah haji yang membutuhkan bantuan medis. Jangan tanya jarak. Rutenya kurang lebih hampir 8 km.
“Ya, rasanya tenaga ada yang menggerakkan, dengan membawa ransel cukup berat,” kata dia kepada Republika, di kawasan Mina, akhir pekan lalu.
Lutfiah menuturkan, keputusan TGC berjalan kaki di rute ini muncul karena tingkat kepadatan di kawasan ini. Rencana untuk menggunakan ambulanse pun batal, akibat kemacetan di jalur ini. Tingkat kesibukan tim selama di Arafah juga membuat segenap tim tertunda menuju Mina. Jamaah haji tak henti-hentinya berdatangan di tenda Pos II Arafah guna berobat.
“Kami putuskan ke klinik Mina dengan konsekuensi pasti akan jalan kaki,” kata dia kepada wartawab Republika.co.id, Nashih Nashrullah di temui di pelataran Jamarat, akhir pekan lalu.
Menjejakkan kaki di Mina, tak menjadikan tugas Lutfiah dan teman setimnya selesai begitu saja. Ini justru awal tugas mereka. Hanya menikmati istirahat sebentar, dia dan tim harus berjalan kembali menuju lokasi lempar jumrah yang jaraknya hampir 5 km.
Di sinilah, bertemu dengan Lutfiah dan dua rekan medis lainnya, dengan membawa kursi roda dan dua ransel berisi alat dan obat medis. Malam itu, Jumat (1/9), tak sedikit jamaah haji yang bertumbangan akibat kelelehan di kawasan Jamarat. Jumlahnya puluhan.
Begitu sampai tak ada keluhan dan keinginan istirahat. Tangan-tangan anggun mereka sigap menangani pasien. Sesekali mereka berdebat dengan pihak keamanan Arab Saudi yang hendak mengusir paksa jamaah yang tengah terkapar pingsan. Malam itu, suasana benar-benar krodit namun pegal di kaki terobati dengan memotivisi dari bahwa tugas ini mulia: melayani para tamu Allah SWT, begitu gumam Lutfhiah.
Terasa ada kekuatan dari Sang Mahakuasa. Begitu kesan yang ditangkap oleh dr Ratna Purwaningrum. Kebiasaannya sehari-hari bergulat dengan tensimeter dan jarum suntik ini, tak membuat dia perempuan anggun yang hanya kuat bekerja di dalam ruangan.
Dia dan teman-temannya di TGC termasuk rombongan terakhir yang berangkat ke Muzdalifah dan Mina. Konsekuensi dari itu semua adalah terlambat dan jalan kaki. Ratna tak lagi peduli saat sempat tertidur dalam kondisi duduk di atas tas ransel saat menunggu bis hingga akhirnya harus jalan dari Muzdalifah ke Mina. Dia tiba di Mina pukul 03.00 Jumat dini hari WAS.
Ratna menuturkan, tugas melayani jamaah haji Indonesia selama di Arab Saudi memang tugas berat dan melelahkan. Tetapi, dia mengaku heran, mengapa rasa lelah tersebut cepat sekali hilang. “Saya juga bingung kok capeknya di Saudi cepat hilang dibanding (kalau) di Indonesia,” tutur dia.
Apa yang dia rasakan tersebut, dia kaitkan langsung dengan pertolongan dan kuasa-Nya. Berjalan berkilo-kilo meter, membawa tas ransel penuh dengan bekal pribadi dan obat-obatan, di tengah suhu yang tak bersahabat, dan medan yang tak kalah menantang, Ratna meyakini ada kekuatan Mahadahsyat yang menopang. “Ternyata kekuatan yang Allah berikan luar biasa nggak capek-capek dan bisa melayani tamu Allah dengan baik. Alhamdulillah,” kata dia.