IHRAM.CO.ID, Hari masih sangat pagi. Rabu (13/9), jam menunjukan pukul 03.45 waktu Arab Saudi rombongan Daker Makkah mulai meniti jalanan menanjak menuju kaki Jabal Nur. Tim ini dipimpin langsung oleh Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi, Mastuki.
Sampai di kaki Jabal Nur, tim terus mendaki bukit dengan ketinggian kurang lebih 650 meter untuk menggapai puncaknya. Di sana, ada gua kecil yang dikisahkan menjadi tempat merenung (tahannuts) Rasulullah SAW dan kemudian tempat turunnya wahyu yang pertama, QS Al-Alaq: 1-5. Gua itu dikenal dengan nama Hira.
Sepanjang jalan, rombongan bertemu dengan ratusan jamaah Indonesia, baik yang sama-sama akan mendaki, maupun yang sudah turun. Dengan kisaran waktu pendakian 1 – 1.5 jam, diperkirakan mereka yang sudah turun berangkat dari jam satu atau dua dinihari.
Tangga demi tangga terus didaki, dengan rata-rata ketinggian sekitar 30 cm. Entah berapa jumlah anak tangganya, tapi rasanya lebih dari seribu. Di beberapa tempat, ada sejumlah titik pemberhentian yang menjadi tempat beristirahat para pendaki.
Seratus meter ke depan, nafas mulai terengah membawa angan menerawang pada masa Rasulullah. Ditemui dalam perjalanan, jamaah kloter 83 Embarkasi Surabaya (SUB 83) Johar Jufri (55) mengaku menangis di setiap titik pemberhentian pendakian.
“Dulu zaman Rasulullah tentu batunya tajam-tajam, tidak seperti sekarang (berupa anak tangga). Bagaimana siti Khadijah yang membawa makanan dan selimut. Itu bukan pekerjaan gampang,” tuturnya.
“Makanya, tadi saya sampai ke situ nangis, sampai ke situ nangis. Saya inget dan membayangkan saja dulu seperti apa,” sambungnya dengan mata berkaca.
Johar memaknai perjalanan Rasulullah sebagai perjalanan iman. Menurutnya kalau keimanan sudah memanggil, maka tantangan sebesar apapun akan dijalaninya. “Itulah iman. Iman itu tidak bisa diganti dengan rupiah. Kalau kita sih mungkin tadi susahnya dua jam, tidak ada apa-apanya dengan Rasulullah,” ujarnya.
Karenanya, lanjut Johar, manakala ada panggilan azan, umat Islam sudah semestinya bergegas untuk menjalankan Salat.
Gua Hira terletak dibalik puncak Jabal Nur. Sekitar satu jam mendaki, kami sampai di puncak Jabal Nur bersamaan dengan kumandang azan Shubuh. Puncak Jabal Nur pagi itu cukup ramai dan padat. Selain jemaah haji Indonesia, tampak ratusan jemaah Iran, India, Pakistan, dan lainnya. Semilir angina pagi itu lumayan dingin memberi kesejukan di tengah padatnya antrean.
Usai Subuh berjamaah, rombongan menuju titik Gua Hira yang sudah dipenuhi ratusan jamaah. Mereka mengantri untuk masuk dalam ruang gua yang sempit. Terdapat karpet berwarna merah dalam ruang gua yang disiapkan untuk pengunjung yang ingin salat. Namun, ruang itu sangat sempit hingga cukup untuk dua orang shalat saja.
Selain shalat, tampak sebagian jamaah hanya membaca shalawat untuk Rasulullah dan membaca surat Al-Iqra. Matahari sudah keluar dari peraduannya, memberi terang bagi kami yang sudah keluar dari ruang gua. Merasa cukup, kami pun memutuskan untuk pulang, mumpung mentari belum terlalu menyengat.