Rabu 04 Oct 2017 14:45 WIB

Soal Temuan Ombudsman, Ini Klarifikasi Menag

Menag Lukman Hakim Saefuddin
Foto: dok. Kemenag.go.id
Menag Lukman Hakim Saefuddin

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia melakukan investigasi penyelenggaraan umrah terkait mencuatnya kasus First Travel. Investigasi Ombudsman mengungkapkan adanya sejumlah permasalahan database yang dimiliki Kementerian Agama sebagai penyelenggara umrah.

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, penyelenggaraan umrah berbeda dengan haji. Haji merupaakan tugas negara. Undang-undang mengatakan haji merupakan tugas nasional.

"Untuk itu pemerintah atau negara tidak bisa tidak menyelenggarakan haji. Meski, tidak menutup pihak swasta yang ingin menyelenggarakan haji tapi pemerintah punya tanggung jawab utama," kata Lukman di Gedung Ombudsman, Jakarta, Rabu (4/10).

Sedangkan umrah, kata Lukman, pemerintah belum melihanya sebagai hajat hidup orang banyak. Sifatnya dinilai sukarela. Oleh karena itu, sampai saat ini meski pemerintah dapat menyelenggarakan umrah, pemerintah hanya berperan mengawasi.

"Jadi sama sekali, pemerintah bukanlah penyelenggara umrah. Umrah diselenggarakan oleh PPIU atau yang populer dengan nama biro travel umrah," ucap dia.

Soal perbedaan data antara Kemenag dengan PTSP DKI Jakarta, Lukman menuturkan, data ini berbeda karena beberapa sebab. PTSP dimulai pada 2014. "Beberapa PPIU sebelum itu sudah mendaftar di Kemenag. Sehingga ada PPIU belum terdaftar di PTSP DKI Jakarta, tapi sudah di Kemenag," jelas Lukman.

Selain itu, terdapat persyaratan berbeda yang disyaratkan PTSP tetapi tidak disyaratkan Kemenag. Misalnya, terkait pembayaran pajak. Syarat Kemenag hanya membutuhkan NPWP perusahaan dan pemilik perusahaan. Sedangkan di PTSP, harus dilengkapi setoran pajak. Kendati demikian, Lukman menegaskan, tetap yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin PPIU adalah Kemenag. "Kalau bukan di kemenag, Berarti bukan PPIU karena izin di Kemenag," kata dia.

Sedangkan, untuk menjadi Perusahaan Penyelenggara Ibadah Umrah (PPIU), terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Perusahaan harus menjadi biro wisata terlebih dahulu minimal 2 tahun dengan melengkapi persyaratan administratif lain. Selain itu, perusahaan juga harus mendapat rekomendasi kantor agama pemerintah provinsi.

Mengenai perpanjangan First Travel, Lukman menjelaskan, pada 6 Desember 2016 First Travel telah memenuhi syatat dengan akreditasi B. Sedangkan, yang bisa diperpanjang minimal akreditasi C."Karena saat itu (First Travel) cukup baik, data ada," ujar Lukman.

Namun, pada Maret 2017, permasalahan penelantaran mulai berkembang. Pada saat itulah kasus berkembang dan akhirnya pemerintah melakukan langkah penindakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement