IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya jumlah jamaah haji yang meninggal tahun ini harus menjadi bahasan evaluasi mendasar Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI). KPHI berpandangan, banyaknya jamaah haji yang meninggal karena banyak yang tidak layak secara fisik untuk berhaji, tapi dipaksa diberangkatkan.
Tercatat, jumlah jamaah haji yang meninggal tahun ini sebanyak 658 orang, jumlahnya hampir meningkat sebanyak 90 persen dibanding tahun lalu. KPHI mendorong istithaah kesehatan, tapi dibarengi dengan kebijakan badal haji. Sehingga, meski jamaah haji tidak berangkat tetap dihajikan oleh orang lain.
"Walau di satu sisi biasa orang alasan, kematian adalah takdir. Tetapi mestinya tidak begitu, jadi harus betul-betul diperhatikan bahwa kesehatan itu harus diperhatikan," kata Komisioner KPHI Syamsul Maarif, kepada Republika.co.id, Ahad (8/10).
Syamsul mengatakan, kebijakan yang telah dibuat oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus didukung penuh oleh Kementerian Agama (Kemenag). Terutama terkait dengan istithaah kesehatan. Jadi, orang-orang yang tidak layak berangkat secara fisik atau medis, Kemenag harus tegas tidak memberangkatkan mereka.
Syamsul mengatakan, sebab jika tetap diberangkatkan, mereka akan merepotkan diri sendiri dan petugas. Bahkan, KPHI menemukan salah satu jamaah yang tidak ada penanggung jawabnya, padahal jamaah tersebut sebetulnya tidak layak berangkat haji secara medis. Selain itu, jamaah tersebut juga sudah berhaji dua kali, tahun ini berhaji untuk ketiga kalinya.
"Itu kan sangat ceroboh Kementerian Agama meloloskan seperti itu. Oleh karena itu kedepan, rekomendasi yang dibuat Kemenkes itu betul-betul dilaksanakan oleh Kemenag tentang istithaah kesehatan," ujarnya.
Dikatakanya, Kemenkes juga sebaiknya tidak berhenti di situ. Istithaah kesehatan harus dibarengi kebijakan yang lain. Kebijakan yang telah diusulkan KPHI dan belum ditindaklanjuti Kemenag adalah tentang badal haji. Jadi orang yang tidak mampu secara fisik berangkat ke Arab Saudi atau sudah meninggal, tetapi bersikeras ingin melaksanakan rukun Islam yang kelima. Maka, bisa diwakilkan oleh keluarganya atau orang lain.
Namun, karena sistem badal haji belum diatur, maka berhajinya bisa diwakili panitia atau mukimin yang ada di sana. Tetapi harus benar-benar tersistem dengan baik. "Bisa dibayangkan, jamaah haji yang sakit parah tetap tidak haji di sana. Tidak sedikit orang hanya merasakan pesawat saja, selama di Arab Saudi tidak lihat Ka'bah sama sekali," ujarnya.
Syamsul menegaskan, artinya harus menjadi bahasan khusus oleh pemerintah. Jangan hanya karena merasa tidak enak kepada jamaah yang sudah lama menunggu giliran berhaji, meski tidak layak secara medis tetap diberangkatkan. Orang yang tidak layak berhaji secara medis karena mengadu ke Ombudsman RI, akhirnya diberangkatkan juga ke Arab Saudi.
"Terus terang kami kecewa kepada Menteri Agama. Jadi, ada kasus memberangkatkan orang dasarnya adalah protes dari Ombudsman," ujarnya.