IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Rustika mengungkap hasil penelitian faktor penghambat kesehatan ibadah umrah. Rustika menerangkan berdasarkan penelitian dari 2014 sampai 2016 lalu menunjukkan belum adanya payung hukum yang spesifik mengatur pelayanan kesehatan umrah.
"Ini berdampak tidak terlindunginya kesehatan masyarakat termasuk penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU)," katanya, Senin (20/11).
Selain itu, ia juga mengungkapkan beberapa faktor penghambat pelaksanaan pelayanan kesehatan umrah ini. Diantaranya belum adanya regulasi yang spesifik mengatur pelayanan kesehatan umrah.
"Saat ini pelayanan kesehatan umrah masih mengikuti pelayanan kesehatan secara umum," ujarnya saat pemaparan mengenai hasil penelitian model pelayanan kesehatan umrah, di Jakarta, Senin (20/11).
Kemudian pembiayaan pelayanan pelayanan kesehatan jamaah umrah, dan kasus International Certificate of Vaccination (ICV) palsu. Ia menambahkan kesakitan para jamaah umrah baru diketahui ketika jamaah melaporkan kesehatannya sepulang dari Arab Saudi. Selain itu, tidak terdapatnya sistem surveilans umrah yang dapat digunakan pemerintah untuk mengetahui status kesehatan jamaah umrah.
"Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan petunjuk teknis pelaksanaan pelayanan kesehatan umrah sehingga perlu ada aturan yang lebih spesifik mengatur kesehatan umrah," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, diperlukan model pelayanan kesehatan bagi jamaah umrah yang dibangun dari tiga aspek yaitu pembinaan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan perlindungan kesehatan. Tahun ini, kata dia, model tersebut diimplementasikan dan disosialisasikan di enam ibu kota provinsi di Indonesia yaitu Medan, Bandung, Banjarmasin, Pontianak, Mataram, dan Makassar. Pemilihan daerah tersebut secara purpossive pada provinsi dengan kriteria memiliki jumlah jamaah umrah terbanyak dan PPIU yang kooperatif berdasarkan temuan 2016.