IHRAM.CO.ID, JEDDAH -- Britis Council merilis 10 bahasa yang disebut sebagai 'Bahasa untuk Masa Depan'. Lima urutan teratas bahasa yang top diisi oleh Spanyol, Mandarin, Prancis, Arab, dan Jerman. Selanjutnya, lima bahasa berikutnya dalam urutan tersebut ialah Italia, Belanda, Portugis, Jepang dan Rusia.
Kepala program untuk British Council di Arab Saudi, Mahmoud Mouselli, mengatakan bahwa bahasa sangat berharga bagi generasi yang tumbuh di dunia yang semakin terhubung. Urutan bahasa tersebut dikatakan diperlukan bagi kemakmuran Inggris saat keluar dari Uni Eropa (pasca Brexit), berdasarkan analisis ekstensif faktor ekonomi, geopolitik, budaya, dan pendidikan.
"Jika Inggris benar-benar menjadi global pasca-Brexit, bahasa pasti menjadi prioritas nasional. Ada beberapa bahasa yang lebih penting untuk kemakmuran Inggris di masa depan seperti halnya bahasa Arab," kata Mouselli, dilansir dari Saudi Gazette, Rabu (6/12).
Sebagai contoh, ia mengatakan ada lebih dari 6.000 perusahaan Inggris yang secara aktif mengekspor ke Arab Saudi. Inggris sendiri adalah investor kumulatif terbesar kedua di Kerajaan Saudi setelah Amerika serikat. Karena itu, menurut Mouselli, peningkatan kapasitas bahasa Arab akan berjalan lebih jauh untuk mempertahankan dan menumbuhkan hubungan antara bisnis Inggris dan Saudi.
Laporan tersebut mengungkapkan, bahwa negara-negara yang tergabung dalam Dewan Kerjasama Negara-negara Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) masuk dalam daftar sepuluh pasar ekspor Inggris yang berbahasa non-Inggris. Ekspor barang dan jasa di sana bernilai hampir 16 miliar poundsterling tahun lalu. Menurut Konfederasi Industri Inggris, jumlah bisnis dengan negara berbahasa Arab telah meningkat dari 19 persen pada 2012 menjadi 26 persen pada 2017.
Saat ini, penelitian menunjukkan bahwa hanya 2 persen pemuda Inggris berusia 18-34 tahun yang bisa melakukan percakapan dasar dalam bahasa Arab. Sementara 14 persennya bisa berbahasa Prancis, 8 persen berbahasa Jerman, 7 persen dalam bahasa Spanyol dan 2 persen dalam bahasa Mandarin. Sementara itu, sepertiga warga Inggris bisa melakukan percakapan dalam bahasa selain bahasa ibu mereka.
Penasihat sekolah pada British Council, Vicky Gough, mengatakan sangat mengkhawatirkan jika Inggris menghadapi defisit bahasa pada saat koneksi global lebih penting dari sebelumnya.
"Kami tidak mampu bersikap apatis seputar perlunya bahasa dan harus memperjuangkan keterampilan ini. Jika kita tidak bertindak untuk mengatasi kekurangan ini, kita akan kehilangan keduanya secara ekonomi dan budaya," kata Gough.
Pembelajaran bahasa di sekolah-sekolah di Inggris mengalami penurunan. Karena jumlah siswa di Inggris, Wales dan Irlandia Utara yang mengikuti ujian bahasa pada tahun lalu telah mengalami penurunan sebesar 7,3 persen.