Mengapa penipuan jamaah umrah terus terjadi? Dan bagaimana cara mencegahnya?
Ketika dua pertanyaan itu diajukan kepada Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong, dia menyatakan, biang masalah itu salah satunya adalah akibar dari ketiadaan standardisasi pelayanan umrah. Untuk itu pemerintah seharusnya segera cepat menyelesaikan kebutuhan akan aturan ini.
"Karena tidak adanya standar pelayanan umrah kepara para travel itu, maka muncul persaingan tak sehat. Para travel bisa seenaknya melakukan pelayanan dengan menawarkan harga yang murah. Maka kemudian muncul persoalan karena banyak tawaran harga yang tak masuk akal. Akibatnya, banyak jamaah yang tertipu akan kualitas layanan, bahkan sudah banyak yang gagal berangkat umrah,’’ kata Ali Taher, di Jakarta, Selasa (26/12).
Ali mengaku prihatin dan sudah mengetahui begitu banyak jamaah umrah yang mengalami penipuan oleh para travel yang nakal. Bahkan, sebagin pihak sudah bertindak melakukan kejahatan pidana karena mengumpulkan uang untuk kegiatan bisnis yang lain dengan cara menyelenggarakan bisnis travel umrah.
“Saya yakin jumlah jamaah yang gagal berangkat umrah pada tahun 2017 mencapai ratusan ribu. Dari kasus First Travel saja korbannya sudah lebih dari 50 ribu jamaah. Belum lagi travel sejenis yang lain yang dari catatan pemerintah ada 23 travel umrah. Jadi jelas jumlah calon jamaah umrah yang tertipu itu sudah ratusan ribu. Dan dana yang hilang percuma dari kasus itu sudah sangat besar, sampai triliunan,’’ ujar Ali. (Keterangan gambar: Ketua Komisi VIII DPR, M Ali Taher Parasong.)
Pada sisi lain, bila nanti pemerintah telah mengeluarkan aturan standardisasi layanan jamaah umrah, maka berbagai hal lain seperti harga, kepastian tiket penerbangan, akomodasi, hingga berbagai jaminan perjalanan umrah lainnya, akan bisa dipastikan. Dengan adanya hal ini maka harga minimal dan harga maksimal dari sebuah paket umrah bisa ditentukan.
“Tampaknya ke depan harus dipikirkan apakah keberangkatan umrah itu perlu menggunakan zona, layaknya tempat embarkasi seperti berangkat haji. Jadi untuk wilayah barat, tengah, dan timur akan ada pusat keberangkatan umrah. Adanya hal itu maka akan memudahkan pengecekan kualitas layanan, sekaligus kemudahan untuk penetapan harga sebuah paket umrah, ‘’ katanya.
Menurut Ali, bagaimanapun bisnis dan pelayanan umrah harus diatur dengan lebih rinci dan baik. Ini menjadi penting sebab jumlah jamaah umrah asal Indonesia sudah sangat besar. Dalam satu musim umrah yang terdiri dari 10 bulan itu, setidaknya ada 850 ribu orang yang ke tanah suci melakukan umrah.
’’Maka dalam satu hari ada sekiar 4000 orang yang berangkat umrah dari wilayah Indonesia,’’ katanya seraya mengatakan jumlah jamaah umrah asal Indonesia itu terbesar kedua, setelah Pakistan.”Tapi ingat meski terbesar kedua, namun biaya umrah kita jauh lebih besar dari Pakistan. Ini terkait dari jarak penerbangan dan hal layanan lainnya. Jadi potensi ekonominya sangat besar sekali. Untuk itu jelas harus dapat diatur dengan baik.’’
Sayangnya, adanya minat yang besar untuk berumrah itu belum didukung dengan aturan yang memadai. Aturan mengenai penyelenggaraan umrah masih terasa minim atau hanya terdiri empat pasal saja di undang-undang pelayanan haji, Undang-Undang No 13 tahun 2008. Untuk itu aturan ini jelas masih bersifat aturan yang tidak rinci sehingga banyak ‘lubang hukum’ yang terjadi.
Alhasil, lanjut Ali, dalam revisi undang-undang pelayanan haji yang kini pembahasannya tengah digodok di DPR, maka aturan mengenai penyelenggaraan umrah akan dibuat semakin rigid atau rinci. Bahkan, kini para anggota DPR mulai sepakat bila dalam revisi itu nanti dicantumkan juga aturan atau pasal mengenai tindak pidana bila ada pihak yang melakukan kejahatan terhadap pelayanan umrah.
‘’Sepertinya para anggota Komisi VIII DPR hampir semuanya sepakat adanya aturan pidana dalam urusan pelayanan haji dan umrah tersebut. Hal ini memang dianggap penting untuk mencegah terjadinya penipuan atau kejahatan terkait hal tersebut. Dan ini juga menjadi semacam jaminan negara bagi perlindungan hukum kepada warganya,’’ tegas Ali.
Pada soal yang lain, ungkap Ali, bila nanti sudah ada layanan standar hingga ketentuan pidana, maka mau tidak mau akan juga dibuat semacam aturan mengenai klasifikasi sebuah bisnis travel. Ini misalnya terkait dengan besar kecilnya jaminan atau bank garansi dalam setiap pendirian umrah. Dan ini tujuannya untuk menjaga agar bisnis travel umrah tak bisa lagi dilakukan secara sembarangan.
“Jadi nantinya akan ada kaulifiasi travel umrah A, B, C, dan seterusnya. Ini terkait dengan jaminan kualitas layanan dan besarnya bank garansi. Hal ini penting dan mendasar terutama untuk menjaga agar ada kepastian layanan kepada jamaah. Bila ada sesuatu hal maka bank garansi itulah yang akan dicairkan untuk menyelesaikan persoalan yang menimpa jamaah umrah yang diberangkatkan oleh travel tersebut,’’ kata Ali.
Dengan demikian, Ali memastikan seiring dengan penuntasan revisi UU pelayanan haji dan adanya standardisasi layanan umrah, maka tantangan bisnis travel umrah mulai tahun 2018 akan semakin berat. Aturan yang tengah dibahas di DPR akan memaksimalkan tindakan perlindungan kepada jamaah umrah. Selain itu juga akan memastikan layanan bagi para travel yang benar-benar punya kualitas untuk melakukan layanan perjalanan ibadah umrah.
“Di masa depan layanan umrah harus lebih baik. Jamaah akan terindungi. Dan bisnis travel juga akan bisa terus berkembang. Jumlah jamaah umrah akan terus bertambah seiring dengan adanya soal antrian pergi haji yang semakin lama dan panjang. Antrean haji kini sudah sudah ada yang 40 tahun,’’ kata Ali menandaskan.