IHRAM.CO.ID, Semua pelayanan di Arab Saudi akan terkena dampak.
JAKARTA -- Koordinator Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu mengaku, belum mengetahui secara perinci perihal kebijakan pengenaan PPN oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Oleh karena itu, BPKH masih menunggu kebijakan yang akan dilansir Kementerian Agama (Kemenag) terkait pengaruh pajak tersebut kepada ongkos haji.
Namun, menurut Anggito, jika berdampak pada kenaikan biaya haji, tidak mungkin ditutupi dengan dana optimalisasi haji. Sebab, pada prinsipnya, PPN di Arab Saudi ditanggung sendiri oleh jamaah.
"Prinsipnya kalau pajak itu penjualan atau PPN itu yang bayar adalah yang bersangkutan. Misalnya, Anda menginap di hotel, kena PPN kan bayar sendiri. Kalau Anda beli makanan, kena PPN Anda bayar sendiri," ujarnya di Jakarta, Kamis (4/1).
Anggito mengatakan, yang menentukan layanan atau besaran biaya haji di Indonesia adalah Kemenag. BPKH masih menunggu kajian Kemenag.
"Kami ikut kebijakan Kemenag saja," kata mantan pelaksana tugas kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan ini.
Otoritas Zakat dan Pajak (General Authority of Zakat and Tax/GAZT) Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menerapkan kebijakan pengenaan PPN sebesar 5,0 persen terhitung mulai 1 Januari 2018. GAZT mulai menerapkan kebijakan itu kepada barang dan jasa, seperti makanan/minuman, transportasi lokal, minyak dan produk-produk turunan, hotel dan jasa penginapan, layanan telekomunikasi, dan asuransi.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menuturkan, sedang mengkaji pengaruh pengenaan PPN 5,0 persen terhadap ongkos haji. Jika ada kenaikan, Lukman menginginkan agar rentangnya tidak sampai memberatkan calon jamaah haji Indonesia.
"Agar kenaikannya itu betul-betul pada ambang batas yang masih bisa ditoleransi," ujarnya selepas mengikuti upacara Hari Amal Bhakti Kemenag di halaman kantor Kemenag, Jakarta, Rabu (3/1).
Direktur Pengelolaan Dana Haji Kemenag Ramadhan Harisman menjelaskan, selama ini, operasional haji berasal dari tiga sumber, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), dan dana optimalisasi haji (nilai manfaat). Menurut dia, dana-dana itu digunakan untuk pelayanan jamaah serta operasional penyelenggara (petugas).
Kemudian, untuk titik penggunaan, ada di dalam negeri dan Arab Saudi. "Untuk komponen-komponen yang dilaksanakan di Arab Saudi itu akan terkena dampak penyesuaian PPN lima persen itu. Jadi semua pelayanan di Arab Saudi akan terkena dampak, seperti akomodasi, transportasi, katering, General Service Fee (GSF)," katanya.
Ramadhan menuturkan, komponen BPIH yang dibayar langsung oleh jamaah haji Indonesia pada tahun lalu terdiri atas tiket pesawat dan passenger service charge, pemondokan Makkah, dan living allowance (uang bekal jamaah). Besaran rata-rata BPIH yang dibayar langsung oleh jamaah 2017 sebesar Rp 34.890.312.
Selain ketiga komponen tersebut, menurut dia, biaya untuk jamaah akan ditanggung oleh dana optimalisasi haji. Pada penyelenggaraan ibadah haji 2017, setiap jamaah mendapatkan dukungan pembiayaan dari dana optimalisasi rata-rata sebesar Rp 26.896.478.
Ramadhan mengatakan, dana optimalisasi haji tersebut diperuntukkan untuk membayar pemondokan di Madinah, sebagian pemondokan di Makkah, konsumsi selama di Arab Saudi, transportasi, juga GSF. Sedangkan di dalam negeri, termasuk biaya manasik, biaya akomodasi di embarkasi, biaya pembuatan paspor, dan sebagainya.
"Itu juga dari indirectcost atau dana optimalisasi," ujar Ramadhan.
Pengaruhi haji dan umrah
Pengamat Haji Syam Resfiadi menilai, kebijakan pengenaan PPN 5,0 persen di Arab Saudi akan berimbas bukan hanya pada ongkos haji, melainkan juga umrah. Komponen yang paling terdampak, antara lain hotel, makanan, dan transportasi.
Saat ini, lanjut Syam, belum ada dampak kenaikan akibat kebijakan tersebut. Namun, jika rencana tersebut terealisasikan, pengusaha travel haji dan umrah akan mengikuti aturan yang ditetapkan Pemerintah Indonesia.
Syam menyebut, ada beberapa langkah mengantisipasi lonjakan harga pada agen travel haji dan umrah. Apabila keuntungan besar didapat dari paket, bisa dikover ke land arrangement ke Jeddah.
"Terserah pemiliknya, mau tidak menambah harga, tetapi mengurangi keuntungan. Tapi kalau marginnya terlalu tipis dikurangi beban Arab Saudi, harus dinaikkan. Itu yang menjadi pertimbangan," katanya.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim mengaku, akan menjalin komunikasi dengan penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) terkait pengaruh kebijakan Arab Saudi.
"Kalau memang harus menaikkan harga itu harus sesuai dengan komponen dengan item-item, yang terkena imbas dari PPN lima persen itu. Jadi tidak bisa dipukul rata," ujarnya. (novita intan Pengolah: muhammad iqbal)