IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis, mengatakan, seorang haji mabrur adalah seorang yang mampu memenuhi syarat rukun dan wajib haji, serta menggunakan harta yang halal. Keikhlasan beribadah, kata dia juga sangat penting dan menjadi perangkat utama dalam mendapatkan haji mabrur.
Seorang yang mendapat gelar mabrur, lanjut dia, akan terlihat perubahan yang drastis dibanding sebelum dia pergi haji. Seperti lebih peduli pada ibadah, keluarga, masyarakat atau lingkungan. “Dia (haji mabrur) akan terlihat lebih takwa, tambah beriman, tambah santun,” kata Cholil saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (2/8).
Persiapan untuk meraih gelar mabrur, kata Cholil perlu adanya kesiapan secara jasmani. Yaitu dengan melakukan ibadah sewajarnya dan tidak berlebihan, demi menjaga kestabilan kesehatan selama menunaikan haji. Sedangkan secara rohani, adalah mengikhlaskan niat karena Allah SWT dan tidak berambisi beribadah demi mendapatkan pujian atau kesombongan. “Luruskan niat, tulus untuk menghadap Allah. Yang tak kalah penting, hindari riya karena itu mampu merusak pahala ibadah,” lanjut dia.
Kecanggihan teknologi dan sosial media menjadi salah satu godaan para jamaah saat menunaikan ibadah haji. Hal ini mengakibatkan banyaknya jamaah yang melakukan riya melalui foto yang mereka unggah saat berhaji. “Kalau sah secara rukunnya dan wajibnya ibadah haji mereka mungkin terpenuhi, tapi kalau diterima tidaknya suatu ibadah itu patokannya adalah keikhlasan dan ketulusan kita saat beribadah. Dan yang merusak itu adalah riya atau pamer,” jelas Cholil.
Dia mengatalan, hal yang sekiranya mengarah ke pamer sebaiknya dihindarkan dulu. "Kalau sekadar informasi kepada keluarga sendiri itu masih boleh, atau mengabarkan kondisi saat ini juga masih diperbolehkan. Tapi kalau misalnya update di sosmed atau hal yang sudah kita tahu dapat menyebabkan riya lebih baik ditahan dulu,” tambah dia.
Sedangkan Direktur Haji Dalam Negeri Kementrian Agama Ahda Barori menambahkan, bagi umat Muslim yang belum mampu menjalankan ibadah haji, maka dapat melatih diri dengan meningkatkan ibadah wajib dan sunnah dengan ikhlas. Menurut dia, segala ibadah yang didasari keikhlasan memiliki nilai tinggi di mata Allah SWT.
“Haji ini bukan sesuatu yang diwajibkan, terlebih bagi mereka yang tidak mampu. Maka dapat menggantinya dengan ibadah lain yang didasari dengan niat ikhlas kepada Allah,” kata Ahda.