OLEH ERDY NASRUL dari Makkah
MAKKAH — Jamaah haji asal Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) bakal mendapat dana wakaf Habib Bugak Asyi yang kini dikenal sebagai Wakaf Baitul Asyi (Wakaf Rumah Aceh). Pembagian dana wakaf ini sudah berlangsung sejak satu dekade lalu.
Kegiatan pengambilan dana wakaf dipusatkan di masing-masing musholla hotel/pemondokan yang ditempati jamaah Aceh pada Senin (6/8), di antaranya di Hotel Waf al-Ihsan, Misfalah, Makkah.
Petugas Wakaf Baitul Asyi Jamaluddin Affan Asyi mengatakan, dana yang diberikan kepada jamaah Aceh adalah hasil wakaf produktif Habib Bugak 200 tahun lalu. Wakaf produktif itu berupa penginapan, dan berbagai unit usaha.
Dulu Habib Bugak sangat disegani. Dia mengimbau saudagar Aceh di Tanah Suci untuk mewakafkan hartanya. Uang yang dikumpulkan kemudian dibuatkan tempat tinggal untuk orang Aceh yang sampai ke Tanah Suci.
“Pendistribusian uang wakaf dihadiri langsung nazir wakaf Baitul Asyi Prof Dr Abdurrahman Abdullah Asyi, Syaikh Abdullatif Baltho dan Ustaz Muhammad Said sebagai bendahara wakaf,” terang Jamaluddin pada Senin (6/08) di Makkah.
Besaran uang wakaf yang diterima tiap jemaah adalah 1.200 riyal atau sekitar Rp 4.500.000. Total dana wakaf yang dikeluarkan tahun ini sebesar Rp 20.286.000.000. “Syarat pengambilan uang hanya dengan menyerahkan kartu wakaf Baitul Asyi yang sudah ditandatangani oleh Gubernur Aceh,” sambung Jamal.
Pengambilan uang wakaf tidak boleh diwakilkan kepada siapapun. “Kecuali bagi jamaah yang benar-benar sakit berat, bisa diwakilkan,” katanya.
Wakaf Baitul Asyi diikrarkan Habib Bugak Asyi pada 1224 Hijriah atau tahun 1809 Masehi. Ikrar tersebut diucapkan Habib Bugak di hadapan Hakim Mahkamah Syariah Makkah pada waktu itu. Di dalam akta wakaf Baitul Asyi juga menyebutkan rumah tersebut diwakafkan kepada orang Aceh untuk menunaikan haji, serta orang Aceh yang menetap di Makkah.
Habib Abdurrahman atau Habib Bugak juga telah menunjuk nazir, yaitu salah seorang ulama asal Aceh yang menetap di Makkah. Nazir itu kemudian diberi hak sesuai dengan tuntunan syariah Islam. Di kemudian hari, Mahkamah Syariah Makkah mengukuhkan Syekh Abdul Ghani bin Mahmud bin Abdul Ghani Al-Asyi sebagai nazir Baitul Asyi.
Penetapan ini dilakukan pada 1420 Hijriah atau 1999 Masehi. Syaikh Abdul Ghani bin Mahmud merupakan generasi keempat pengelola wakaf.
Kemudian, sejak 1424 H/2004 M, tugas nadzir dilanjutkan oleh sebuah tim yang dipimpin anak nazir sebelumnya, Syekh Munir bin Abdul Ghani Al-Asyi. Dia merupakan generasi kelima pengelola wakaf. Selain Syekh Munir, pengelolaan Baitul Asyi juga dipercayakan kepada Dr Abdullatif Baltho.
Warisan Habib Bugak Asyi kepada masyarakat Aceh kini telah berharga lebih dari 200 juta riyal atau setara Rp 5,2 triliun sebagai wakaf fisabilillah. Pada saat ini, harta wakaf tersebut telah berkembang menjadi aset penting, di antaranya berupa Hotel Ajyad bertingkat 25. Hotel ini berjarak 500 meter dari Masjid al-Haram.
Selain itu, Baitul Asyi kini juga menjelma menjadi Menara Ajyad bertingkat 28 yang berjarak sekitar 600 meter dari Masjid al-Haram. Kedua hotel besar ini mampu menampung lebih 7.000 orang dan dilengkapi dengan infrastruktur yang lengkap.
Kini masyarakat Aceh menerima manfaat dari wakaf yang dilakukan Habib Bugak Asyi lebih dari dua abad silam.
Salinan akta ikrar wakaf tersebut pernah diserahkan nazir kepada Gubernur Aceh (waktu itu) Abdullah Puteh ketika naik haji ke Makkah pada 2002 dan ketika mereka berkunjung ke Aceh pada 2006.
Pendamping penyaluran dana kompensasi Baitul Asyi mewakili pemerintah Aceh, Arsyi, menjelaskan dana tersebut sangat bermanfaat untuk bekal hidup jamaah haji Aceh di Tanah Suci. “Alhamdulillah dana tersebut rutin dibagikan. Masyarakat dapat merasakan langsung manfaat wakaf yang sudah dilakukan ratusan tahun lalu. Ini adalah amal jariyah yang sungguh besar,” katanya.
Pihaknya berharap wakaf Baitul Asyi semakin berkembang pesat.