Sabtu 11 Aug 2018 15:38 WIB

Bagi yang Mampu, Segeralah Mendaftar Haji

Haji wajib hukumnya bagi seseorang yang memiliki bekal dan biaya.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Friska Yolanda
Jamaah haji bersiap melaksanakan umrah sunah
Foto: republika/Erdi Nasrul
Jamaah haji bersiap melaksanakan umrah sunah

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah, KH Cholil Nafis menganjurkan umat Islam segera mendaftarkan diri naik haji bagi yang mampu. Haji merupakan totalitas ibadah, baik secara fisik, waktu ataupun harta.

Sehingga mereka yang mampu namun tak menunaikannya menurut Sayyidina Umar sama dengan yang mati Nasrani dan Yahudi. "Haji itu rukun Islam yang kelima yang secara filosofis menunjukkan totalitas beragama," ujar Kiai Cholil dalam rilisnya yang diterima Republika.co.id, Sabtu (11/8).

Ia mengungkapkan wajibnya haji tertuang dalam surat al Imran ayat 97, "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam,"

Bagi orang-orang yang sudah baligh dan berakal, kata Kiai Cholil, memiliki bekal, sarana perjalanan dan biaya untuk keluarga yang ditinggalkan. Selain itu, badannya juga sehat, maka hukumnya wajib melaksanakan ibadah haji dalam seumur hidup. Itu artinya, akan mendapatkan pahala jika dikerjakan dan berdosa manakala ditinggalkan. 

Menurut Kiai Cholil, ulama berbeda pendapat tentang apakah orang yang sudah diwajibkan untuk melaksanakan ibadah Haji harus menyegerakan Haji (al faur) atau boleh saja  menundanya kepada tahun berikutnya (al-tarakhi). Menurut jumhur ulama, hukum orang yang sudah mampu melaksanakan ibadah Haji wajib menyegerakan ibadah Haji. Sebab sudah diperintahkan oleh hadits Nabi saw untuk bersegeralah untuk Haji bagi yang sudah mampu. 

"Demikian juga Alqur’an mengajarkan kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan," kata Kiai Cholil yang juga Ketua Bidang Dakwah MUI.

Sedangkan pendapat berbeda dikatakan Imam Syafi’i. Ia berpendapat boleh menunda pelaksanaan ibadah haji (al-trakhi) pada tahun berikutnya. Dalilnya, bahwa kewajiban haji itu turun pada tahun keenam Hijriyah namun Nabi saw melaksanakan ibadah haji pada tahun kesepuluh Hijriyah.  Pedapat ini tidak mengharuskan segera berhaji bagi yg mampu  tapi boleh saja menundanya. 

Hal ini sama dengan waktu sholat yang tak mengharuskan shalat seusai adzan secara langsung tetapi boleh memilih di antara beberapa saat di waktu shalat yg luas itu. 

Namun, fenomena haji di Indonesia adalah antreannya yang cukup panjang. Waktu tunggunya mulai 20 hingga 30 tahun, bahkan di Kabupaten Sidrap mencapai 35 tahun.

Menyikapi perbedaan pendapat dan fenomena ini, Kiai Cholil menganjurkan bagi yang sudah mampu hukumnya wajib untuk menyegerakan mendaftar berangkat haji. Jika ia sengaja untuk tidak atau manunda mendaftarkan dirinya maka ia berdosa. 

Sebab dengan model antrian yang panjang dipastikan pendaftar haji tak bisa langsung berangkat. Padahal, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan, termasuk umur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement