IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Jamaah haji tidak perlu takut gagap berkomunikasi di Makkah, Arab Saudi karena banyak pasukan penerjemah yang akan memberi panduan. Mereka bisa berkomunikasi dalam puluhan bahasa untuk membantu jamaah memenuhi kebutuhannya.
Selama enam hari pelaksanakan puncak haji yang dimulai pada Ahad, jamaah berbondong-bondong memadati Makkah. Sebagian besar adalah jamaah internasional yang tidak bisa berbahasa Arab. Puluhan juta bahkan menggunakan bahasa Urdu.
Menurut pejabat biro translasi haji Mazen al-Saadi, sebanyak 80 persen jamaah tidak bisa bahasa Arab. Ia memiliki tim yang menyediakan layanan penerjemah 24 jam sehari untuk bahasa Inggris, Prancis, Farsi, Melayu, Hausa, Turki, Cina, dan Urdu.
Layanan ini tentu dirasakan sangat bermanfaat bagi jamaah. Seorang jamaah asal Reunion Island, Prancis, Samir Varatchia mengatakan tim penerjemah yang berseragam rompi abu-abu sangat dinantikan. "Saya tidak tahu banyak bahasa Arab, penerjemahan ke bahasa Prancis membantu kami memahami banyak hal, termasuk isi ceramah," kata dia dilansir di New Straits Times, Senin (20/8).
Penerjemah Tunisia, Abdulmumen al-Saket mengatakan ia sangat senang bisa membantu. Ia mendapat banyak permintaan penerjemahan melalui telepon. Mereka berusaha membantu sebisa mungkin.
"Beberapa orang meminta nomor ponsel kami agar bisa bertanya di kemudian waktu," katanya.
Jamaah yang datang dari India, Pakistan, Nepal dan Bangladesh terkadang hanya bisa bicara Urdu. Sebagian besar tanda pun menggunakan bahasa Inggris, Urdu dan Prancis. Masjid al-Haram menyediakan lebih banyak jangkauan bahasa.
Awalnya, departemen penerjemahan itu hanya mengurusi ceramah dan peraturan. Ada hotline yang tersedia dalam puluhan bahasa untuk menjawab berbagai pertanyaan keagamaan.
Namun dalam aktivitas sehari-hari, tidak banyak penerjemahan. Padahal jamaah menilai pada saat itulah yang paling dibutuhkan. Departemen tersebut telah berdiri selama empat tahun namun baru bisa mengembangkan layanan baru-baru ini.
"Sebagian besar jamaah tidak bicara bahasa Arab dan takut bertanya saat ada insiden," kata penerjemah India, Sanaullah Ghuri.
Saat insiden Mina pada 2015, lebih dari 2.000 orang meninggal karena terinjak-injak. Saat itu, banyak jamaah tidak mengerti instruksi darurat dari otoritas yang diberikan dalam bahasa Arab.
Kini mereka berbenah untuk lebih baik. Ghuri mengatakan saat jamaah tahu ada yang berbahasa sama dengan mereka, mereka akan merasa lebih nyaman untuk meminta bantuan.