Laporan Wartawan Republika.co.id, Erdy Nasrul dari Makkah
IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Ribuan jamaah berjalan menembus terowongan Muaishim Mina Selasa (21/8), bertepatan dengan 10 Dzulhijjah. Mereka mengumandangkan lafaz talbiyah. Sebagian meneriakkan takbir, dan zikir, tanda bersemangat melawan setan dengan melempar jumrah.
Ketika itu, jamaah haji Indonesia merasakan kelelahan yang luar biasa. Setelah wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah, mereka harus berjalan dua sampai lima kilometer menuju jamarat. Sebagian tak kuasa menempuh perjalanan. Ada yang tiba-tiba jatuh di tengah jalan. Ada pula yang merebahkan diri di pinggiran lintasan dan terduduk lemas.
“Pak tolong suami saya,” teriak seorang jamaah haji kepada saya yang kebetulan membawa kursi roda. Saya menyambanginya. Jamaah yang terbaring lemas itu diangkat teman saya Dodi Hidayatullah. Seorang petugas Baladiyah Arab Saudi (semacam polisi pamong praja), datang membantu mengangkat jamaah duduk di kursi roda.
Jamaah tersebut saya bawa ke pos kesehatan setelah jumrah aqabah. Di sana dia mendapatkan pertolongan medis dari tim mobile crisis.
Sepanjang musim haji, petugas baladiyah tersebar di berbagai area. Pada masa awal kedatangan jamaah haji, mereka mengadakan razia identitas orang, termasuk visa. Kalau mendapatkan orang dengan masa izin melampaui batas, maka akan langsung diamankannya.
Pemeriksaan identitas itu berlangsung masif. Jalan sekitar Ja’fariyah menuju Masjidil Haram adalah salah satu tempat mereka menggelar razia. Lainnya adalah di area masjid suci. Di sana mereka menanyakan identitas para pendorong kursi roda.
Sedangkan jamaah haji tidak jarang diperiksa. Baladiyah mengenal ciri-ciri mereka, seperti mengenakan gelang, seragam, tas bertuliskan rombongan haji, dan banyak lagi.
Di Masjidil Haram, petugas menertibkan jamaah haji. Di area tawaf (mataf) misalkan, jika jumlah petawaf bertambah banyak, maka area shalat di dekat Ka’bah akan dipindahkan ke area dalam bangunan. Sedangkan area luar sekitar baitullah dikhususkan untuk tawaf. “Hajji...hajji...taharrak...yallah ruh...ruh (haji, ayo bergerak, pergi...pergi).
Pada puncak haji mereka berpatroli di sekitar Arafah memastikan jamaah tertib. Di Muzdalifah, baladiyah bersama relawan sipil menertibkan arus lalu lintas. Bus diarahkan tak lama berhenti karena mengganggu kelancaran arus lalu lintas.
Mereka juga beroperasi di Mina. Di sini pergerakan mereka terlihat sekali: berkerumun, berbaris, dan menyuarakan yel-yel setiap bakda Isya.
Di sana ratusan jamaah duduk di sembarang tempat sehingga menutup jalan. Dengan mengendarai mobil patroli, baladiyah menggemakan sirine dan menyalakan lampu rotator membuka jalan di sekitar area jamarat.
Setiap bakda Isya mereka melaksanakan apel di markasnya yang tak jauh dari masjid tua al-Baiat Mina. Setelah apel, petugas yang mengenakan seragam coklat itu mengajak jamaah bergerak dan berpindah ke tenda maktab untuk beristirahat. sebenarnya mereka dilarang berada berdiam di sekitaran Mina, tapi peraturan itu tak diindahkan.
Petugas baladiyah berkali-kali mengajak jamaah berpindah tempat, tapi tetap tak bisa. Kalau pun bergerak setelah ditertibkan, jamaah akan mencari tempat lain di sekitaran jamarat untuk mabit hingga waktu lempar jumrah dimulai sekitar pukul 00.00 waktu setempat.
Bahkan setelah itu pun jamaah tetap santai berlesehan di area jamarat. Sedangkan petugas baladiyah tak pernah putus asa mengajak jamaah beristirahat di tenda maktab yang sudah penuh dan berdesakan, “Yallah hajji...yallah hajji...taharrak”.