IHRAM.CO.ID,OLEH ERDY NASRUL dari Makkah
MAKKAH—Sejumlah instansi pemerintah mengawasi penyelenggaraan haji. Mereka adalah Inspektorat Kementerian Agama, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi 9KPK), Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), dan surveiyor Badan Pusat Statistik (BPS).
“Bahkan belasan jurnalis Media Center Haji (MCH) dan lebih 200 ribuan jamaah ikut mengawasi,” kata Inspektur Jenderal Kemenag Nur Kholis Setiawan di Madinah pada Kamis (30/8).
Tiap jamaah bisa komplain lewat call center dan nomor whats app, yang tertera di tiap kotak makanan, dinding lobi hotel, dan macam-macam tempat terbuka. Tiap tahun, BPS tebar kuesioner untuk memotret indeks kepuasan jamaah.
Badan Litbang Kemenag juga dilibatkan untuk meneliti pelayanan jamaah haji. Hasilnya akan menjadi konsumsi internal kementerian agama.
Itjen Kemenag juga menebar daftar pertanyaan untuk 950-an sampel jamaah. Rekomendasinya berbasis data. “Dengan teknik sampling yang margin of error-nya 1 persen, pakai metode tabel Isaac dan Michael, validitas data kami bisa dipertanggungjawabkan,” tandasnya.
Optimalisasi peran Itjen sejalan kesimpulan Rapat Kerja DPR dengan Menteri Agama, Menteri Perhubungan, dan Menteri Kesehatan, tentang penyelenggaraan haji. Dari 17 kesimpulan, butir 14 berbunyi: Meningkatkan mekanisme pengawasan internal penyelenggaraan ibadah haji. Untuk Petugas Haji asal Kemenkes, juga diawasi Itjen Kemenkes.
Nur Kholis menggaransi bobot temuan dan rekomendasinya. “Data kami bukan hasil ngobrol satu dua jemaah di pinggir jalan lalu diumumkan jadi simpulan,” kata mantan Direktur Pendidikan Madrasah ini. Itjen mengerahkan 20 orang personil tahun ini.
Di Madinah, tim Itjen mengumpulkan jawaban dari minimal 650 jamaah, di Makkah 650, dan di Arafah-Muzdalifah-Mina, juga 650 jamaah
Catatan mereka akan menjadi masukan pimpinan penyelenggara haji. Kalau ada masalah, akan diselesaikan di dalam. “Sampai berantem silakan, asal di dalam. Tetangga tak perlu tahu. Apalagi sampai ngundang tetangga masuk, ikutan menangani masalah. Itu berarti tak bisa menyelesaikan rumah tangga sendiri,” panjang lebar guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menjelaskan.
Tim Itjen datang ke Saudi untuk pemantauan operasional, bukan pengawasan. Bedanya, pengawasan lebih banyak pada audit. Kalau pemantauan, memastikan semua layanan berjalan sesuai standar. Sehingga jemaah beribadah dengan baik, mendapatkan tiga hak utama: bimbingan, pelayanan, dan perlindungan secara memadai.
Terutama layanan bimbingan ibadah. Jamaah dipastikan paham bagaimana menunaikan manasik haji dengan benar. Itu piranti utama layanan jemaah haji. Sedangkan layanan non-ibadah: pondokan, katering dan transportasi, adalah layanan instrumental untuk menopang piranti utama.
Prinsip pemantauan Itjen, memasuki wilayah yang belum banyak tersentuh pemantauan lain, seperti BPK, DPR, dan pengawas lainnya. Riset Itjen dan Balitbang, sama-sama berujung rekomendasi perbaikan. Sama-sama bersifat internal. Bedanya, Balitbang biasanya lebih untuk rekomendasi perubahan regulasi. Itjen lebih pada garansi kepatuhan dengan regulasi.
Menteri diberi beberapa opsi kebijakan, menyikapi rekomendasi. Tiap opsi dijelaskan risiko dan implikasinya. “Pak Menteri akan memilih untuk memutuskan,” kata Nur Kholis. “Itu cara kerja dalam.
Selain menggali data dari kuesioner dan wawancara tim, Itjen juga melakukan observasi lapangan. “Saya biasanya masuk sektor yang lokasi hotelnya agak berjauahan. Misal ke Mahbas Jin dan Rea Bakhsy. Keluhan jemaah kita inventarisir. Lalu kita rekomendasikan perbaikan,” Nur Kholis berkisah.