Kamis 24 Jan 2019 21:43 WIB

Soal Rekam Biometrik, DPR Minta Kemenlu Temui KBSA

Pemerintah telah sepakat dalam rapatnya meminta VFS Tasheel menunda rekam biometrik.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Andi Nur Aminah
Jamaah calon haji embarkasi Surabaya melakukan perekaman biometrik di Asrama Haji Embarkasi Surabaya, Sukolilo, Surabaya, Senin (16/7).
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Jamaah calon haji embarkasi Surabaya melakukan perekaman biometrik di Asrama Haji Embarkasi Surabaya, Sukolilo, Surabaya, Senin (16/7).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Sudah memasuki tiga hari pascakesepakatan lima kementerian soal rekam biometrik, namun belum ada realisasi terkait operasional VFS Tasheel yang harusnya ditutup. Pemerintah telah sepakat dalam rapatnya meminta Visa Facilitation Tasheel (VFS) Tasheel menunda rekam biometrik.

Anggota Komisi I DPR RI Lena Maryana meminta pemerintah segera menemui Kedutaan Besar Arab Saudi (KBSA) untuk menyampaikan hasil kesepakat rapat itu. "Pemerintah harus tentukan langkah untuk bisa menemui KBSA karena domainnya di sana," kata Lena saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (24/1).

Baca Juga

Lena menyarankan pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mesti bisa mamainkan psikologi Saudi agar melunak. Selain itu diharapkan bisa menuruti permintaan Pemerintah RI supaya rekam biometrik tidak diberlakukan sebagai syarat mendapatkan visa umrah. "Segera langsung temui KBSA-nya, ajak bicara, itu imbaun saya. Karena bolanya bukan di kita," katanya.

Lena yakin maksud Pemerintah Saudi menerapkan kebijakan rekam biometrik itu baik. Salah satu di antaranya untuk mempercepat pemeriksaan di bandara-bandara Saudi. "Meski pada kenyataanya kita mendapat laporan di bandara tetap dilakukan pemeriksaan rekam biometrik lagi," katanya.

Leni menyarankan agar pemerintah melalui Kemenlu kembali menemui KBSA untuk menyampaikan bahwa rekam biometrik tidak bisa dilakukan di Indonesia dengan segala kondisi dan kesiapan dari Tasheel sendiri yang belum memenuhi syarat. "Mereka perlu diingatkan bahwa kita kesulitan karena kondisinya berbeda. Kita harus punya program yang berbeda dalam perekaman biometrik," katanya.

Pemerintah, kata Leni, jangan terburu-buru dalam menentukan sikap mengatasi persoalan biometrik. Karena jika salah melangkah dampakanya tidak baik untuk kelangsungam hubungan Indonesia dan Saudi.

Sementara itu Sharlly salah satu pemilik Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang tidak berkenan disebut travelnya mengatakan dia akan tetap menyarankan jamaahnya untuk melakukan rekam biometrik. "Sebaiknya nunggu surat resmi kalau benar ditunda, karena kalau baru berita di media belum ada surat resmi nanti takutnya malahan visa jamaahnya kacau," katanya

Untuk itu, sebelum pemerintah Saudi mengumumkan keputusannya secara resmi bahwa rekam biometrik tidak diberlakukan lagi pihaknya akan ikut aturan Saudi. "Nanti kalau memang benar, KBSA atau asosiasi akan keluarkan surat resmi seperti biasanya," kata dia.

Sementara itu Wisnu salah satu perwakilan Deputi Bidang Kerjasama BKPM yang ikut rapat bersama lima kementerian tidak bisa menyampaikan apa yang akan ditempuh. Wisnu mengatakan, di BKPM dia bukan sebagai penentu kebijakan. Apalagi masalah VHS Tasheel ini sudah menjadi issue sensitif kerena menyangkut jutaan umat Islam yang akan melaksanakan ibadah umrah.

"Jadi soal kasus itu, saya  belum bisa respons, mohon maaf dan agar tidak tejadi misinterpretasi informasi yang sudah beredar," katanya.

Dia pun menyarankan untuk menunggu pernyataan resmi dari Kepala Badan Koordinasi dan Penanam Modal Tomas Lembong. "Tunggu statement bapak Kepala saja," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement