IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) menyayangkan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp 35,2 juta. Dengan tidak bertambahnya besaran BPIH 2019, KPIH berpendapat hal itu bisa mengurangi dana otpimilasisi.
Komisioner KPHI Syamsul Maarif menilai BPIH yang ditetapkan Kementerian Agama (Kemenag) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Komisi VIII sangat murah. Hal itu berdampak pada berkurangnya dana optimalisasi haji.
"Terlalu murah BPIH itu, sehingga penggunaan dana optimalisasi terlalu besar," kata Syamsul Maarif saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (5/2).
Syamsul mengatakan, dana optimalisasi itu bukan hanya hak calon jamaah yang akan berangkat tahun ini. Akan tetapi haknya seluruh calon jamaah yang sudah mendaftar untuk bisa berangkat haji.
Syamsul mengatakan, seharusnya pemerintah hanya bisa memberikan atau menggunakan dana optimalisasi disesuaikan dengan masa tunggu masing-masing jamaah. Secara pribadi Syamsul mengaku kecewa dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang tidak memberikan masukan. Sehingga Pemerintah dan DPR menetapkan nilai BPIH 2019 sama dengan nilai BPIH tahun 2018.
Karena menurut Syamsul, dengan tidak bertambahnya nilai BPIH, hal itu akan menyebabkan besarnya dana optimalisasi digunakan untuk keberangkatan jamaah tahun ini. Sehingga dana optimalasisi akan berkurang jumlahnya. "Dalam hal ini, saya secara pribadi kecewa dengan BPKH, karena telah menggunakan dana optimalisasi dengan sembrono," ujarnya.
Padahal menurut Syamsul, KPHI telah melakukan pertemuan dengan BPKH dan sepakat untuk meninjau ulang penggunakan dana optimalisasi yang melebihi haknya bagi calon jamaah. "Dampaknya, tahun yang akan datang, BPKH akan kesulitan untuk menyesuaikan BPIH, karena dana optimalisasi hampir seluruhnya terpakai untuk calon jamaah sekarang. Bisa jadi pada tahun-tahun yang akan datang akan terjadi kelonjakan BPIH secara drastis," katanya.
Syamsul mengaku khawatir, jikalau model penggunakan dana optimalisasi dihabiskan tahun ini yang tidak menutup kemungkinan akan menggerus modal awal atau setoran awal calon jamaah. Oleh karena itu, Syamsul mengatakan, BPHK harus secara terbuka memberikan masukan kepada DPR dan Pemerintah terkait dengan penggunakan dana optimalisasi yang berlebihan.
"Saya secara pribadi berpendapat bahwa BPIH yang wajar adalah kisaran Rp 40 juta perjamaah, atau Rp 35 juta, tetapi jamaah tidak diberikan living kost, karena seluruh jamaah haji Indonesia sudah mendapatkan jatah makan di Makkah," katanya.
Syamsul menyarankan agar BPKH menghadap Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk meminta fatwa bagaimana jika penggunakan dan optimalisasi model sekarang ini menurut fikih. "Karena menurut pandangan saya pribadi, hal ini berpotensi melanggar hukum agama. Karena ada hak calon jamaah lain yang belum berangkat digunakan