Kamis 07 Feb 2019 20:10 WIB

Kemenag Masih Terus Lobi Saudi Terkait Rekam Biometrik

Lobi yang dilakukan berupaya agar rekam biometrik tidak dilanjutkan.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim
Foto: kemenag.go.id
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim mengatakan, Kemenag akan mempelajari hasil rapat yang menjelaskan bahwa sesuai Undang-Undang No 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan Peraturan Menteri Agama No 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, VFS Tasheel tidak berhak mengambil rekam biometrik. “Itu nanti akan kami kaji dan dipelajari,” katanya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (7/2).

Dia mengatakan, Kemenag juga masih terus mengusahakan melobi Pemerintah Saudi agar kebijakan perekaman biometrik ini tidak dilanjut di Indonesia. Karena sudah jelas menyulitkan calon jamaah umrah terutama jamaah yang berada di daerah-daerah.

Baca Juga

“Masih menunggu jawaban dari Kementerian Arab Saudi terhadap surat yang dilayangkan. Di samping terus berupaya agar biometrik tidak menjadi syarat proses visa,” katanya.

Sementara itu Ketua Harian Permusyawaratan Antar Syarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (Patuhi) Arta Hanif mengaku menyambut baik undangan rapat BKPM bersama lintas kementerin dan menghormati sebagai suatu itikad baik untuk sama-sama mencari solusi terkait masalah rekam biometrik.

“Moto pengadain perlu kita tiru, menyelesaikan masalah tanpa menimbukan masalah baru. Tapi kita tetap harus mendudukan segala sesuatunya sesuai dengan kondisi rill yang ada di Indonesia, peraturan yang berlaku di Indonesia,” katanya.

Selama ini Arta Hanif mengatakan, Patuhi yang mewakili masyarakat umrah menghormati kebijakan Saudi menerapkan biometrik. "Akan tetap kita, sebagai warga negara Indonesia tidak bolah abai dengan ketentuan berlaku di Indonesia yang diabaikan Tasheel.

“Fakta masyarakat umrah yang akan melaksanakan ibadah baik umrah maupun haji ke depan, mereka merasa sangat dipersulit dengan biometrik. Karena biometrik dijadikan syarat untuk penerbitan visa dan itu menjadi penbicaraan masif di group masyarakat umrah,” katanya.

Arta menilai, rapat yang digelar sekarang ini seakan tidak mendapat solusi karena masing-masing pihak saling menunggu. Padahal, pada rapat sebelumnya dengan lima kementerian sepakat untuk merekomendasikan proses rekam biometrik harus ditunda. Seharusnya, dia mengatakan, rapat yang digelar hari ini sudah tahapan finalisasi dan menjelankan solusinya.

“Kami berharap terkait Tasheel dan biometrik ini tidak merupakan sekadar wacana rapat ke rapat, tapi ada progres yang konkrit sebagai suatu solusi. Karena masarakat umrah ini menunggu. Dan kita tidak ingin ada suatu konsekuensi yang tidak terukur dan terkontrol yang kemudian tidak bagus terkait kamtibmas di negara kita,” katanya.

Sementara itu, setelah selasai rapat lima Deputi, tiga direktur di BKPM yang hadir enggan memberikan keterangan apapun. Apalagi menyampaikan langkah apa yang akan dilakukan BKPM selanjutnya terkait masalah Tasheel yang telah diterangkan jelas-jelas melanggar ketentuan perundang-undangan.

Saat ditemui untuk meminta keterangan, Direktur Deregulasi BKPM Yuliot hanya tersenyum dan meminta komentar kepada peserta rapat yang lain dalam hal ini Badan Pusat Statistik Bidang Metodologi dan Informasi Statistik.  “Sama deputi saja keputusannya masih menunggu,” katanya sambil terus jalan masuk ke lift.

Undangan rapat berkop surat BKPM, tertera mengundang 23 peserta rapat. Agenda rapat yakni tindak lanjut permasalahan perekaman data biometrik oleh VFS Tasheel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement