Kamis 21 Mar 2019 21:23 WIB

Siklus Haid Saat Haji dan Solusinya Menurut Syekh Qaradhawi

Perempuan berhaid tak boleh tawaf dan sai.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Syekh Yusuf al-Qaradhawi
Syekh Yusuf al-Qaradhawi

IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Siklus datang bulan bagi perempuan menjadi salah satu uzur syar’i bagi kewajiban melaksanakan ibadah. 

Apakah ketentuan tersebut juga termasuk dalam pelaksanaan manasik haji? Apa hukum perempuan yang tengah datang bulan melaksanakan manasik haji? 

Baca Juga

Sekjen Asosiasi Ulama Islam, Syekh Yusuf al-Qaradhawi, menjawab pertanyaan tersebut dalam bukunya yang diterjemahkan dengan judul 100 Tanya Jawab Haji dan Umrah. 

Menurut Qaradhawi yang merupakan alumni Universitas al-Azhar Mesir itu, jamaah haji wanita bisa melakukan semua amalan haji (manasik) kecuali tawaf di Kabah.

"Wanita yang sedang haid tidak dapat memasuki Masjid al-Haram ataupun bertawaf di sana. Tentu saja, wanita tersebut juga dilarang melakukan sai karena sai dilakukan setelah tawaf. Wanita yang sedang haid harus menunda tawaf dan sai," tulis Qaradhawi.  

Akan tetapi, Qaradhawi menyarankan bagi wanita, jika ingin masa haidnya tidak datang saat rangkaian ibadah haji, diperbolehkan mengkonsumsi tablet anti menstruasi. 

"Jika seorang wanita itu yakin akan mengalami menstruasi pada waktu haji, harus mengonsumsi tablet anti-hamil yang dapat menunda haid," ujarnya.

Qaradhawi menjelaskan, wanita yang mengonsumsi tablet antihaid tidak masalah karena pada dasarnya segala sesuatu itu boleh selama tidak ada larangan dari syariat. Hal itu juga dibolehkan dilakukan agar bisa menjalankan puasa dan shalat tarawih secara penuh pada Rahmadhan. 

"Tetapi semua yang saya katakan tadi dengan syarat tidak menimbulkan kerugian," tulisnya sembari menambahkan bahwa para ulama juga berpendapat boleh mengonsumsi penunda haid selama tidak membahayakan. Dia pun mengutip hadis yang berbunyi: "Tidak boleh merugikan diri sendiri, dan tidak boleh merugikan orang lain." 

Qaradhawi menekankan, konsumsi penunda haid tersebut harus dengan saran dokter. Dia mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah dan Ibn Qayyim yang memperbolehkan penggunaan kain penyumbat haid agar bisa tetap tawaf dan sai.

Hal ini sesuai dengan prinsip dalam beribadah, yaitu sesuai dengan kemampuan. "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu." (QS at-Taghabun: 6). Menurut sebagian ulama, perempuan yang bersangkutan tidak wajib membayar dam. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement