Kamis 28 Mar 2019 16:40 WIB

UU Haji Terbaru Sempurnakan Tata Kelola Hingga Urusan Sanksi

UU Haji terbaru disahkan pada Kamis (28/3).

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Petugas membantu Jamaah Haji Indonesia Kloter 19 Debarkasi Jakarta Pondok Gede (JKG) menaiki kursi roda saat tiba di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (5/9).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Petugas membantu Jamaah Haji Indonesia Kloter 19 Debarkasi Jakarta Pondok Gede (JKG) menaiki kursi roda saat tiba di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (5/9).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Revisi Undang-Undang UU No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaran Ibadah Haji semakin melengkapi instrumen pengelolaan haji dan umrah di Tanah Air. 

"Sekarang ini soal umrahnya memadai yang di UU 13/2008 itu tidak lengkap hanya beberapa pasal. Sekarang ini lengkap," kata Wakil Ketua Komisi VIII, Deding Ishak, saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (28/3).  

Baca Juga

Deding mengatakan, UU ini dibuat lengkap karena untuk merespons dan mengantisipasi masalah-masah umrah dan haji yang sering terjadi di masyarakat. 

Padahal kata dia, ibadah umrah juga menjadi alternatif bagi jamaah ingin segera ketanah suci yang menunggu ibadah haji antreannya panjang.  "Jadi di dalam UU ini termasuk membahas ketentuan pidananya," katanya.

Deding yang juga Ketua Panja Penyusunan UU Haji dan Umrah ini mengatakan, untuk mengesahkannya sebagai UU, DPR dan pemerintah melakukan pembahasannya selama dua tahun lebih. Pada saat pembahasan itu banyak terjadi dinamika dalam proses penyusunan. 

Dinamika yang terjadi saat itu, kata Deding, di antaranya terkait kelembagaan yang beberapa fraksi di DPR menyarankan harus ada pemisahan antara regulator dan operator, artinya Kementerian Agama sebagai pengawas saja sebagai supervisor dan regulator. 

"Sementara ini ( haji dan umrah) ditangani sebuah badan supaya tidak ada conflict of interest," katanya. 

Apalagi ketika itu,  kata Deding, belum diterbitkan UU 34/2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Setelah diterbitkan aturan tentang pengelolaan keuangan haji dan masing-masing fraksi sepakat menyatakan Kemenag dalam menyelenggarakan haji sudah baik.   

"Kekhawatiran-kekhawatiran ada konflik interest menyangkut dengan masalah keuangan karena sudah ada BPKH-nya jadi kami sepakat menyetujui tetap Kemenag sebagai pelaksana dengan pengawas internalnya dan itulah masalah kelembagaanya," katanya.  

Dalam UU Haji dan Umrah juga mengakomodasi pengaturan terkait dengan kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah (KBIH). 

Menurut Deding, jamaah merasa terbantu dengan adanya KBIH ini, karena bisa membantu bimbingan ibadah sejak dari Tanah Air sampai di tanah suci.

"Dan sampai kembali ke Tanah Air ketika ada kegiatan-kegiatan pengajian yang dikoordiasikan KBIH ini menunjukan peran KBIH yang cukup signifikan," katanya. 

Dengan pengakomodasian KBIH dalam UU terbaru ini, Komisi VIII berharap secara manajerial KBIH profesional, amanah, dan punya tanggungjawab dalam melayani dan membimbing jamaah haji dan umrah.

"Oleh karenanya dan termasuk tentang pengaturan KBIH itu adalah soal akreditasi KBIH itu. Jadi terakreditasi KBIH itu," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement