IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Sejak disahkan pada akhir Maret lalu, Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) terus menuai sorotan. Di antaranya datang dari Komisi Pengawasan Haji Indonesia (KPHI). Sebab, beleid terbaru itu tidak memuat klausul tentang KPHI sebagai pengawas pengelenggara ibadah haji.
Terkait itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Deding Ishak mempersilahkan pihak KPHI untuk mengajukan gugatan (judicial review) atas UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui MK, KPHI dapat memeroleh kejelasan, apakah UU PIHU sejalan dengan UUD 1945, terutama tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).
"Kami mempersilakan apabila KPHI ingin mengajukan judicial review ke MK. Karena, itu merupakan hak konstitusional KPHI yang dilindungi undang-undang," kata Deding Ishak saat dihubungi Ihram.co.id, Jumat (5/4).
Bagaimanapun, Deding menyebut baik DPR maupun Kementerian Agama (Kemenag) telah melalui kerja yang sangat hati-hati dalam melahirkan produk perundang-undangan tersebut. Dari DPR sendiri, lanjut dia, telah banyak masukan disimak dari pelbagai pihak terkait haji dan umrah. Hal itu menurutnya penting supaya UU PIHU dapat mengakomodasi seluruh aspirasi rakyat, terutama calon jamaah haji dan umrah.
"Yang terpenting Komisi VIII DPR RI khususnya sudah membahas UU PIHU yang baru ini secara mendalam, saksama dan mempertimbangkan banyak aspek," katanya.
Bukan Kemunduran
Tiadanya klausul yang menegaskan KPHI sebagai pengawas tidak dapat berarti kelemahan UU PIHU. Menurut Deding Ishak, pengawasan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah justru lebih kuat oleh DPR, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Selama ini dengan keberadaan KPHI juga tidak berarti penyelenggaraan ibadah haji lebih baik," ucap dia.
Deding mengungkapkan, pemerintah dan DPR sengaja tidak menyertakan lagi KPHI sebagai pengawas eksternal penyelenggaraan ibadah haji. Hal itu berlainan dengan aturan sebelumnya, yakni Undang-Undang 13 Nomor 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Di dalamnya, KPHI berfungsi sebagai pengawas.
Dia memandang, saat penggodokan RUU PIHU DPR dan pemerintah mempertimbangkan untuk tidak menyertakan KPHI sebagai pengawas eksternal haji. Sebab, kedua belah pihak ingin memaksimalkan pelbagai lembaga pengawasan yang sudah ada. Yakni, DPR-RI untuk pengawasan eksternal, sedangkan Inspektorat Jenderal Kemenag serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai pengawas internal.
"Pertimbangannya karena tugas pengawasan ini sebenarnya dilakukan oleh dua lembaga. Kemudian, pengawas eksternal itu DPR sudah cukup dan BPK sebagai pengawas keuangannya," ujar dia.
Pertimbangan lainnya, DPR ingin adanya efisiensi anggaran. Deding menyebut, selama ini peran dan fungsi KPHI sebagai pengawas pun dinilai kurang efektif.
Intinya, Deding memastikan UU PIHU yang belum lama ini disahkan sudah akomodatif menjawab masalah-masalah yang terjadi selama ini seputar haji dan umrah. "Pertimbangannya akomodatif. Jadi sekarang dengan UU ini kerjanya lebih fokus jadi sudah cukup," katanya.