IHRAM.CO.ID, ISLAMABAD — Komite Aksi Bersama Haji (pemegang non-kuota) menuding Kementerian Agama dan Keharmonisan Antaragama Pakistan diskriminatif dalam pembagian kuota haji.
Ketua Komite Aksi Bersama Haji, Mufti Abdul Sattar, Adil Butt, dan Raja Majid menjelaskan keputusan pengadilan mengamanatkan seluruh kuota haji harus didistribusikan secara adil kepada pemegang kuota dan non-kuota.
Karena itu, pemimpin pusat organisasi itu menuduh ada mafia haji di Kementerian Agama dan Keharmonisan Antaragama. Sebab, organisasi itu menilai pemerintah terlalu memprioritaskan Asosiasi Penyelenggara Haji Pakistan (HOAP).
Komite Aksi Bersama Haji menuduh pemerintah menerima suap dari perusahaan favorit untuk pemberian kuota, sementara pemegang non-kuota tidak mendapat kesempatan ikut pengundian suara haji.
Seperti dilansir di The Express Tribune pada Rabu (19/6), menurut putusan Mahkamah Agung, kuota haji harus dibagikan dengan adil. Namun, faktanya yang terjadi justru sebaliknya. Pemimpin komite mengatakan Kementerian Agama beralasan HOAP Company memiliki kredibilitas layanan cukup bagus dalam ibadah haji dan umrah.
Komite Aksi Bersama Haji menuntut pemerintah mengaudit dana HOAP dan memastikan bahwa Departemen Agama dan Kerukunan Antaragama bebas dari korupsi. Komite itu juga meminta Biro Akuntabilitas Nasional untuk menyelidiki anggaran komisi cadangan dan meminta pertanggungjawaban dalam proses itu.
Komite Aksi Bersama Haji menuding Menteri Urusan Agama Nurul Haq Qadri tidak berdaya di hadapan perusahaan-perusahaan itu. Dia juga menuding semua proses dilakukan sesuai keinginan HOAP. HOAP didirikan pada 2010 dan sejak itu tercipta pasar untuk distribusi kuota haji. Para pemimpin Komite Aksi Bersama Haji menuduh anggota HOAP mengalokasikan paket atas kebijakannya sendiri yang tidak disadari oleh staf Kementerian Agama dan Keharmonisan Antaragama.
Pemerintah Saudi meningkatkan kuota haji Pakistan dari 184.210 kursi menjadi 200 ribu kursi. Pembagian kuota tambahan, masing-masing 60 persen (9.474 kursi) di bawah skema pemerintah dan 40 persen (6.316 kursi) di bawah skema swasta.