IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Arab Saudi telah mengeluarkan kebijakan visa elektronik (e-visa). Terkait itu, Kementerian Agama (Kemenag) mengakui, kebijakan yang berbasis teknologi informasi itu mesti diantisipasi.
“Dalam konteks ini, imbasnya terkait dengan penyelenggaraan ibadah umrah," kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Nizar Ali di Jakarta, Senin (24/6).
Untuk merumuskan antisipasi, lanjut Nizar, pihaknya mengundang asosiasi biro penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU), semisal Patuhi dan Sapuhi. Selain itu, pihak-pihak lainnya juga dimintai pendapatnya. Misalnya, Kemenkominfo, Kementerian Luar Negeri, Ditjen Imigrasi Kemenkumham, YLKI, dan Kedutaan Besar Arab Saudi (KBSA).
Semua upaya itu untuk memberikan masukan terkait kebijakan Pemerintah Arab Saudi, terutama e-visa.
"Maka teman-teman di Patuhi bisa merespons memberikan masukan yang terkait dengan kebijakan dalam konteks ini. Dan yang terkait dengan Keimigrasian, Kemeninfo dan lain sebagainya sesuai dengan peran masing-masing," katanya.
Salah satu fenomena yang disorotnya adalah sebagian masyarakat yang mencoba untuk mendapatkan visa umrah sendiri melalui akses muassasah. Hal inilah kata dia menjadi persoalan.
"Muassasah Arab Saudi ini kan mestinya harus bekerja sama dengan PPIU, tidak boleh secara mandiri atau apalah itu. Kita bikin regulasi yang kemudian kita komunikasikan melalui G-to-G (government to government) dalam konteks ini. Boleh e-visa langsung, tetapi muasasah yang Arab Saudi ini harus ada proteksi terhadap PPIU kita,” papar dia.
Sehubungan dengan itu, hal berikutnya yang disoroti Kemenag ialah munculnya tren umrah atau bahkan haji backpacker. Cara backpacker diakui Nizar menjadi pilihan bagi mereka yang ingin berangkat umrah atau haji secara murah dan tanpa antrean panjang sebagaimana jalur reguler.
"Tidak usah melalui PPIU (biro penyelenggara perjalanan ibadah umrah --Red) dan ini implikasinya besar. Sementara, kalau ini terjadi, lalu apa gunanya perizinan PPIU?" katanya.
Hal lain yang menurut dia perlu dicarikan solusinya adalah overstay. Sebab, lanjut dia, ada kebiasaan dari para jamaah Indonesia di Tanah Suci untuk melakukan haji setelah umrah. Salah satu kiatnya adalah dengan tetap tinggal melebihi batas waktu yang diizinkan (overstay).
Terkait hal itu, ujar Nizar, pihak Kemenag mengakui harus kembali berunding dengan Pemerintah Arab Saudi.