IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Jamaah haji 2019 akan dihadapkan pada tantangan cuaca selama di Arab Saudi. Hal itu karena pada pelaksanaan ibadah haji tahun ini, Saudi memasuki musim panas dan tengah dilanda cuaca panas ekstrim. Dikabarkan, bahwa cuaca panas di sana bisa mencapai 50 derajat.
Cuaca panas yang terus menerus menerpa berpotensi menyebabkan jamaah haji terkena heatstroke. Kepala Pusat Kesehatan Haji, Eka Jusuf Singka, menjelaskan heatstroke adalah kondisi yang disebabkan karena suhu tubuh meningkat. Keadaan itu biasanya terjadi akibat paparan yang terlalu lama atau aktivitas fisik pada suhu tinggi.
"Heatstroke akibat cuaca panas, terjadi penguapan yang sangat besar, sehingga cairan darah juga berhenti yang menyebabkan gerakan organ gagal. Heatstroke bisa menyebabkan kematian," kata Eka saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (5/7).
Beberapa tanda dan gejala heatstroke di antaranya, suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celcius, perubahan keadaan mental atau perilaku seperti kebingungan ucapan yang tidak jelas, dan kejang (heat cramp). Selain itu, gejala lainnya bisa timbul mual dan muntah, jantung berdebar cepat, nafas menjadi cepat dan dangkal, sakit kepala berdenyut. Saat sengatan panas, kulit pun akan terasa panas dan kering saat disentuh.
Karena itulah, jamaah haji diingatkan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi gejala heatstroke akibat cuaca panas selama di tanah suci. Ia mengatakan, jamaah haji harus minum sesering mungkin dan tidak menunggu haus. Jamaah juga diimbau sering semprotkan air pada bagian kulit yang terbuka seperti muka dan tangan. Air yang digunakan bisa air zamzam atau pun air biasa.
Selain itu, jamaah haji juga bisa menggunakan payung dan topi saat di luar gedung. Eka mengatakan, jamaah sebaiknya menghindari terik matahari langsung jika tidak diperlukan.
Sebagai langkah antisipasi lainnya, ia juga mengimbau agar jamaah meminum oralit sebanyak satu gelas setiap malam. Eka menjelaskan, meminum oralit bertujuan untuk mengganti elektrolit-elektrolit yang menguap akibat cuaca yang panas. Menurutnya, jamaah bisa menyiapkan dan membawa sendiri oralit untuk kebutuhan selama di tanah suci.
Selain mewaspadai cuaca panas, Eka juga mengimbau jamaah agar menjaga diri dari berbagai penyakit berbahaya lainnya. Salah satunya dari penyakit MERS atau Middle East Respiratory Syndrome. Ia menjelaskan, MERS merupakan penyakit respiratori (saluran) pernafasan yang disebabkan oleh virus corona, yang ditengarai menular dari binatang di Timur Tengah. Salah satunya bisa berasal dari unta. Penyakit ini menurutnya bisa berakibat fatal dan mematikan.
Eka mengatakan, tidak sedikit kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) dan kelompok travel membawa jamaahnya untuk berwisata ke tempat peternakan unta. Padahal, kata dia, resiko yang ditimbulkan dari berkunjung atau dekat dengan binatang unta ini berbahaya. Dalam hal ini, ia mengimbau agar jamaah haji tidak mencari hal-hal yang kemungkinan menyebabkan tertular penyakit berbahaya seperti MERS.
"Saya mengajak agar KBIH bisa menjaga jamaah agar tidak tertular penyakit MERS. Karena itu, sebaiknya jamaah tidak usah dibawa ke tempat unta dan tidak mendekati unta," tambahnya.
Ia menambahkan, Kementerian Kesehatan telah memperkuat promosi kesehatan melalui media sosial dan memberdayakan tim penyuluhan di kloter-kloter. Kendati begitu, jamaah tentunya harus menjaga kesehatan dirinya dengan langkah-langkah antisipasi sendiri. (Kiki Sakinah)