IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Seorang tokoh sufi yang hidup pada kurun tahun 796-859 Hijriah asal Mesir, Abu al Faidh Tsaubah bin Ibrahim al Mishri menuturkan, "Pada suatu perjalanan haji, aku bertemu dengan seorang pemuda di padang pasir yang juga menuru ke arah yang sama."
"Dia adalah seorang pemuda yang sangat lucu, bercahaya seperti bulan purnama, dan cinta Allah selalu nampak pada dirinya," kata sosok yang dikenal pula sebagai Dzun Nun al Mishri.
"Aku (Dzun Nun) pun berkata kepada dia, 'Ini adalah suatu perjalanan yang sangat panjang dan sukar.'
Dengan kata-kata yang puitis dia menjawab, 'Bagi mereka yang malas dan tidak mempunya dorongan, perjalanan ini sangat sukar, dan bagi mereka yang hatinya dipenuhi cinta Allah, perjalanan ini merupakan kelezatan yang perjalanannya terasa amat dekat.'"
Ya, perjalanan haji memang memiliki sejumlah rintangan. Karena itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengklasifikasikan perjalanan haji sebagai salah satu faktor yang memengaruhi kesehatan jamaah haji.
Bayangkan saja, untuk naik pesawat dari tanah air menuju Arab Saudi (Madinah dan Jeddah), bisa ditempuh dalam durasi delapan hingga 10 jam. Apalagi, jika keberangkatannya dimulai dari Embarkasi Makkasar yang termasuk bagian dari wilayah Indonesia Timur.
Itu baru pesawatnya. Belum lagi perjalanan darat menuju ke asrama haji embarkasi. Berdasarkan data Kementerian Agama, jarak terjauh dari kabupaten/kota ke ibu kota provinsi ada di Sulawesi Tengah (Palu). Dan, dari Palu jamaah haji harus naik pesawat lagi ke bandara embarasi di Makkasar sekitar 1 jam.
Ilustrasi jamaah haji turun dari pesawat.
Sementara, waktu tempuh terlama dari kecamatan ke ibu kota provinsi ada di Kalimantan Tengah. Yaitu, selama 60 jam. Kenapa selama itu? Karena moda transportasi yang digunakan adalah transportasi tradisional yaitu perahu kelotok.
Palangka Raya selaku ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah juga belum memiliki bandara embarkasi. Jamaah haji Kalimantan Tengah harus naik pesawat lagi ke bandara embarkasi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sekitar satu jam. Baru setelah itu terbang ke Arab Saudi.
Alhamdulillah, lebih 40 tahun sudah jamaah haji Indonesia sudah naik haji menggunakan pesawat. Tak terbayang oleh saya bagaimana buyut-buyut kita yang naik haji menggunakan kapal laut sampai berbulan-bulan.
Karena itu, tanamkan selalu cinta kepada Allah agar perjalanan haji kita terasa mudah. Upayakan selalu berbaik sangka kepada-Nya atas apa-apa yang kita temui selama dalam perjalanan. Insya Allah, perjalanan haji kita akan terasa seperti anak muda yang ditemui oleh Dzun Nun Al Mishri tadi.
Yang terpenting, kita juga melaksanakan anjuran-anjuran yang diberikan oleh pemerintah dalam perjalanan haji ini. Tujuannya tidak bukan adalah untuk kesehatan kita juga. Misalnya, istirahat yang cukup selama berada di asrama embarkasi. Atau, melakukan senam peregangan di dalam pesawat.
Dan yang terpenting juga, perjalanan haji kita ini juga akan membawa kesehatan kepada diri kita. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Maulana Muhammad Zakaria dalam kitab Fadhilah Haji, di mana dia mengutip sebuah hadits yang berbunyi "Tunaikanlah haji, niscaya engkau jadi kaya dan bersafarlah (melakukan perjalanan), niscaya engkau akan sehat."
Ulama hadits dari Khandahlawi, India, ini menerangkan maksud perkataan nabi tersebut bahwa dengan melalukan perjalanan maka kita akan mengalami pertukaan tempat, udara, dan cuaca. Sehingga, hal ini akan menambah baik kesehatan kita.