Sabtu 27 Jul 2019 21:43 WIB

Yose Darmawita: Komunikasi Ala Tarzan

Melayani tamu Allah merupakan kehormatan bagi pribadi, keluarga, dan instansinya.

Rep: Syahrudin El-Fikri/ Red: EH Ismail
Para petugas haji Seksi Perlindungan Jamaah daker Madinah
Foto: Syahrudin El-Fikri/Republika
Para petugas haji Seksi Perlindungan Jamaah daker Madinah

IHRAM.CO.ID, MADINAH -- Linjam adalah singkatan dari perlindungan jamaah. Divisi ini dibentuk dalam upaya memberikan rasa aman bagi jamaah haji Indonesia berada di Tanah Suci. Secara umum, ada puluhan hingga 100-an anggota Linjam. Mereka berasal dari anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Mereka ini sengaja direkrut Kementerian Agama (Kemenag) untuk membantu melayani jamaah haji. Anggotanya laki-laki dan perempuan. Di Madinah, mereka ditempatkan di berbagai sektor, seperti Sektor 1-5, Sektor Khusus (Seksus) Nabawi, Daerah Kerja (Daker), Sektor Birhij, dan lainnya.

Khusus untuk anggota Linjam perempuan, mereka menyebutnya dengan Srikandi Linjam, sedangkan bagi para prianya, mereka menyebutnya Arjuna Linjam.

Syahruddin El-Fikri, wartawan Republika, mencoba mengangkat pengalaman mereka selama kurang lebih 20 hari melayani jamaah haji. Berikut ini pengalaman Yose Darmawita, anggota kowal Mabes TNI.

Bicaranya halus, sopan. Tapi kalau sudah menyangkut urusan jamaah, sikapnya tegas tapi penuh kesabaran. Melayani tamu Allah merupakan kehormatan bagi pribadi, keluarga, dan instansinya. “Saya bersyukur diberi kebercayaan melayani tamu-tamu Allah agar mereka merasakan kenyamanan dan ketenangan dalam melaksanakan ibadah haji,” ujarnya.

Menjadi petugas haji dan ditempatkan di Divisi Perlindungan Jamaah, memberi kesan mendalam baginya. Apalagi, ia ditempatkan di Sektor Khusus (Seksus) Nabawi. Seksus ini paling banyak berurusan dengan jamaah yang mengadukan dirinya untuk dibantu diselesaikan masalahnya.

Misalnya minta diantar ke hotel tenpat menginap, karena nyasar tidak tahu alamatnya, mengantarkan ke tempat shalat, jamaah kehilangan sandal atau alas kaki, kehilangan kursi roda, dan lainnya. “Banyak persoalan yang kami terima,” ujar Yose kepada Republika, di pelataran Masjid Nabawi, Sabtu (27/7).

Apakah terbebani? Perempuan kelahiran Solok, Sumatra Barat ini menyanggahnya. “Tidak. Ini semua sudah menjadi bagian dari tugas yang harus kami laksanakan, melayani tamu-tamu Allah,” ujarnya.

Yose menegaskan, sesuai dengan komitmennya dalam melahami jamaa haji, maka dia siap bertugas dan memberikan layanan terbaik bagi jamaah haji. Tak ada keluhan atau apalagi harus kesal karena melayani jamaah dengan pengaduan yang beragam. “Dibawa enjoy aja,” jelas wanita kelahiran 16 Agustus 1979 ini.

Dan selama melayani tamu-tamu Allah itu, kata dia, terkadang ada pula kesulitan yang dialaminya. Terutama masalah bahasa. “Ada beberapa jamaah yang mereka tidak mengerti bahasa Indonesia dan tahunya hanya bahasa daerah, jadinya terpaksa bahasa isyarat alias bahasa tarzan,” kata dia.

Dan justru, dengan bahasa isyarat tersebut, dirinya dan juga jamaah menjadi paham dan mengeti keinginan dan maksud masing-masing pihak. “Alhamdulillah, dengan bahasa isyarat, jamaah menjadi mengerti dan paham,” ungkapnya.

Ke depan, ia pun berharap, sosialiasi keberadaan hotel kepada jamaah bisa lebih diintensifkan agar mereka mudah memahami letak pemondokannya. “Baik petugas dari TPIHI, TPIH, TPHD, TKHD, maupun PPIH,” kata wanita yang berdinas di Divisi Penerangan Mabes TNI AL ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement