IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 60 anggota DPR-Ri yang berangkat ke Arab Saudi untuk memantau jalannya penyelenggaraan ibadah haji disebut tidak memakai kuota haji reguler. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily.
Politikus Partai Golkar itu menegaskan, ke-60 anggota DPR itu sedang menjalankan tugas konstitusional, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU). UU PIHU disahkan pada Maret lalu.
Dalam beleid tersebut, disebutkan bahwa fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji dilakukan unsur internal dan eksternal. Pengawas internal ialah Kementerian Agama (Kemenag). Adapun fungsi pengawasan eksternal dilakukan DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal itu sempat menuai kritik pelbagai kalangan, semisal Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI). Bagaimanapun, lanjut Ace, DPR-RI terlibat dalam hal penetapan Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) dan proses penyelenggaraan teknis ibadah haji. Sebab, demikian amanat UU PIHU.
Hal-hal teknis yang dimaksud termasuk pelayanan di dalam dan luar negeri, semisal akomodasi, kesehatan, konsumsi, dan transportasi. Demikian pula, pelayanan baik ketika jamaah hendak berangkat ke Tanah Suci, selama di Arab, dan sekembalinya ke Indonesia.
'Aji Mumpung' di Tanah Suci untuk Naik Haji?
Sebanyak 60 orang legislator tergabung dalam rombongan Tim Pengawas Eksternal Penyelenggaraan Ibadah Haji DPR. Sejak Ahad (4/8) lalu, mereka berangkat ke Tanah Suci untuk melakukan pengawasan haji.
Sembari melakukan pengawasan, Ace Hasan menuturkan, para anggota DPR yang pengawas haji itu memang memanfaatkan momentum, yakni ikut menunaikan ibadah haji. Bagaimanapun, dia menegaskan, mereka tidak menggunakan kuota haji reguler.
"Kami mempergunakan momentum pengawasan ini sekaligus untuk menjalankan ibadah haji. Toh antara pelaksanaan pengawasan haji dengan penyelenggaraan ibadah hajinya juga dilakukan secara bersamaan," ujar Ace Hasan Syadzily saat dihubungi Ihram.co.id, Selasa (6/8).
Ace Hasan Syadzily
"Yang perlu kami tegaskan, bahwa kami tidak menggunakan kuota haji reguler jamaah haji. Tugas pengawasan ini merupakan tugas yang setiap tahun kami lakukan," sambung dia.
Ketua DPP Partai Golkar ini menyebut, penyelenggaraan ibadah haji jamaah asal Indonesia terbilang besar. Jumlah jamaah yang berangkat dinilainya sangat besar, yaitu mencapai 231.000 orang.
Dengan demikian, lanjut dia, perlu adanya pengawasan yang menyeluruh dan komprehensif. Hal demikian agar yang apa-apa yang terjadi di lapangan berjalan sesuai dengan hasil kesepakatan dari pelbagai rapat dengan Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Ia menuturkan, ada banyak temuan pengawasan yang dilakukan ke-60 anggota DPR itu sejauh ini. Temuan-temuan nantinya akan disampaikan kepada Kemenag sebagai bahan pertimbangan dalam evaluasi.
Ia menyebut contoh, di mana DPR turut menetapkan BPIH tetap dalam angka Rp 35.235.602 pada tahun ini. Dengan demikian, BPIH tidak mengalami kenaikan.
Angka tersebut, menurutnya, disambut dengan gembira rata-rata jamaah haji. Penetapan angka BPIH tersebut berdasarkan hasil pengawasan haji yang dilakukan pada tahun sebelumnya.
Ace Hasan menuturkan, ada banyak masukan hasil pengawasan DPR-RI yang disampaikan kepada Kemenag untuk menjadi bahan evaluasi dalam memperbaiki pelayanan terhadap jamaah haji Indonesia.
Sebagai contoh lain, beberapa tahun sebelumnya dia menyebut DPR kerap menerima banyak keluhan. Mulai dari persoalan pengadaan koper haji, pembinaan manasik haji, pemondokan, dan konsumsi.
Selain itu, masih banyak jamaah yang tersesat selama di Tanah Suci. Ada pula keluhan seputar transportasi ke Masjid al-Haram--yang menggunakan jasa bus Shalawat--hingga soal pelayanan kesehatan selama penyelenggaraan ibadah haji.
Karena itu, lanjut dia, rombongan 60 anggota DPR ini akan bekerja selama 15 hari di Arab Saudi untuk mengawasi segenap aspek tersebut. Mereka akan melakukan kunjungan ke Makkah dan juga Madinah, termasuk saat pelaksanaan puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).