Kamis 22 Aug 2019 07:23 WIB

Jamaah Haji Indonesia Paling Tertib, Apa Indikatornya?

Jamaah haji Indonesia kerap mendapat predikat jamaah paling tertib dan teratur.

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Muhammad Hafil
Jamaah haji keluar dari eskalator di lantai 1-3 usai melontar jumrah,  Jamarat, di Mina, Senin (12/). Tampak kepadatan jamaah usai melontar. Jamaah haji Indonesia disarankan mengikuti jadwal yang sudah dibuat pemerintah Indonesia agar ada kenyamanan saat melempar jumrah.
Foto: Republika/Syahruddin El-Fikri
Jamaah haji keluar dari eskalator di lantai 1-3 usai melontar jumrah, Jamarat, di Mina, Senin (12/). Tampak kepadatan jamaah usai melontar. Jamaah haji Indonesia disarankan mengikuti jadwal yang sudah dibuat pemerintah Indonesia agar ada kenyamanan saat melempar jumrah.

IHRAM.CO.ID, MAKKAH – Berbagai pujian dilontarkan kepada pengelolaan haji Indonesia maupun jamaahnya. Bahkan, jamaah haji Indonesia sebagai jamaah  terbesar di dunia setiap tahunnya kerap mendapat predikat jamaah haji paling teratur, tertib, dan disiplin.

Pengakuan itu dilontarkan oleh banyak pihak. Untuk tahun ini saja, di antaranya, Imam Masjid Al Haram Syekh Hasan bin Abdul Hamid Al Bukhari, Gubernur Madinah Pangeran Faishal bin Salman, Direktur Haji dan Umrah Diyanet (Direktorat Urusan Keagamaan Turki) Ramzi Birjan, hingga Ketua Rombongan Haji Malaysia Dato' Sri Syed Saleh Bin Syed Abdul Rahman.

Baca Juga

Bahkan, pada tahun-tahun sebelumnya, Indonesia pernah dipilih secara resmi menjadi jamaah haji terbaik di dunia oleh World Hajj and Umrah Convention (WHUC) pada 2013. Dari sisi kesehatannya, pada 2018 lalu Pemerintah Arab Saudi melalui Komite Kantor Urusan Haji Makkah Al-Mukarramah  memberikan penghargaan pelayanan kesehatan jamaah haji Indonesia yang terbaik dari seluruh negara.

Lalu, apa indikatornya Indonesia dikenal sebagai pengelola haji dan jamaah haji terbaik? Soal ini, Republika.co.id menanyakannya kepada Kepala PPIH Arab Saudi Daker Makkah, Subhan Cholid yang sudah belasan tahun terlibat dalam misi haji Indonesia.

Menurut Subhan, hal tersebut dimulai dari keberangkatan jamaah dari Tanah Air ke Tanah Suci. Di mana, proses pergerakan jamaah yang sangat besar itu tidak akan rapih kalau tidak ada jadwal yang bisa dipakai untuk panduan pergerakan jadwal tersebut. Jadwal tersebut menjadi pijakan dari seluruh kegiatan rangkaian kegiatan jamaah selama di Tanah Suci.

Misalnya, pada tahun ini keberangkatan jamaah haji Indonesia yang terbagi dalam 529 kelompok terbang (kloter). Di mana, seluruh petugas haji Indonesia baik yang di kloter, PPIH embarkasi, PPIH Pusat, dan PPIH Arab Saudi sudah memberikan pengorganisasian yang sangat jelas.

“Mulai dari jam keberangkatan jamaah, pesawat jam berapa, perpindahan dari satu kota ke kota lainnya, hotelnya di mana, penyedia kateringnya siapa, syarikah (perusahaan) busnya siapa, itu sudah kita bikin dan diberikan kepada para pemangku kepentingan haji di Arab Saudi seperti otoritas penerbangan sipil, Muassasah (penyelenggara haji), naqobah (organisasi penyedia angkutan jamaah haji), hingga perusahaan katering,” kata Subhan, Kamis (22/8).

photo
Kepala PPIH Daker Makkah, Subhan Cholid.

Dengan penjadwalan dan laporan yang lengkap itu, para pemangku kepentingan haji di Arab Saudi sudah mempersiapkan dan melayani jamaah. Di mana, mereka sudah bisa memperkirakan apa yang harus dilakukan untuk jamaah Indonesia.

Kemudian, di setiap kloter jamaah haji Indonesia itu sudah ada pengurusnya mulai dari ketua kloter. Di mana, ketua kloter membawahi 7-10 ketua rombongan yang satu rombongannya terdiri dari 45 orang. Dan, di bawah ketua rombongan ada empat ketua regu di mana satu regu ini terdiri dari 11 orang jamaah haji.

“Ketika kita bicara regu, pemangku kepentingan haji Arab Saudi sudah tahu jumlahnya sekian, rombongan sekian. Dan, ini kan bahasa Indonesia, oleh mereka sudah diserap menjadi bahasa Arab oleh para pemangku kepentingan haji Arab Saudi. Kalau kita sebut kloter, rombongan, dan regu, mereka sudah paham. Bahkan, mereka akan bingung kalau kata-kata kloter, rombongan, dan regu diterjemahkan dalam bahasa Arab,” kata Subhan.  

Kemudian, ketika ada kloter yang datang dalam waktu bersamaan, para petugas haji sudah membuat tim. Dan, tim ini ada yang melayani kloter A atau kloter C sehingga petugas haji Indonesia memiliki mekanisme sendiri.

“Sehingga Arab Saudi tak perlu mengenal ini jamaah siapa, cukup dengan komunikasi ke petugas,” kata Subhan.

Misalnya, ada satu rombongan di lantai 6, maka pihak Saudi sudah tahu ketika buka lantai 6 yang masuk jamaah mana. Kemudian, ketika pengangkutan bagasi baik pulang maupun berangkat, kita sudah punya mekanisme sendiri.

Sehingga, Arab Saudi tinggal melihat warna kopernya itu tanpa harus berdiskusi. Ini seluruh tas jamaah haji Indonesia seragam.

“Coba kita jalan-jalan di Makkah atau Madinah ketika musim haji. Jamaah lainnya itu tasnya berbeda-beda. Sementara kita semua seragam, kalaupun ada yang hilang atau jatuh mudah sekali mengidentifikasinya dan mengembalikannya,” kata Subhan.

Atau misalnya, ada kasus koper tertinggal. Di kloter misalnya ada 450 tas tetapi yang diangkut baru 400, maka ketika dicari akan mudah ditemukan tinggal melihat warnanya saja.

“Jadi pemangku kepentingan di Arab Saudi itu terima jadi saja. Umpamanya mereka mengurus dua kloter dengan jumlah 900 orang, mereka tak perlu komunikasi dengan 900 orang tetapi cukup dua orang saja yaitu petugas kloter,” kata Subhan.

photo
Jamaah haji Indonesia asal Embarkasi JKS, menyebrang jalan raya dipandu oleh petugas haji di Jalan Taqwa, Misfalah, Makkah, Senin (29/7).  PPIH Arab Saudi menginstruksikan agar petugas haji untuk membantu jamaah yang ingin menyebrang jalan karena adanya perbedaan budaya lalu lintas Indonesia dan Arab Saudi.

Menurut  Subhan, para pemangku kepentingan haji di Arab Saudi di bandara, jika sudah kedatangan jamaah Indonesia, mereka bisa berisitirahat. Karena, tanpa harus diumumkan atau diarahkan, mereka sudah tertib dengan sendirinya. Tetapi jamaah Negara lain, untuk menaikkan jamaah ke satu bus saja, butuh berjam-jam karena tidak adanya panduan dan pengorganisasian yang jelas.

“Ada busnya yang sudah datang ke bandara untuk mengangkut jamaah haji ke Madinah atau ke Makkah, tetapi sudah 10 jam belum juga masuk jamaahnya karena tak terjadwal dan kurangnya sosialisasi,” kata Subhan.

Selain itu, jamaah haji Indonesia sejak di Tanah Air tak hanya diberikan materi manasik haji soal ibadah, tetapi juga soal materi perjalanan haji. Yaitu, mulai dari pemberian informasi bagaimana di dalam pesawat, kemudian budaya lalu lintas di Arab Saudi yang berbeda dengan Indonesia, bagaimana menggunakan fasilitas di hotel.

Menurut Subhan, dia kerap mendengar pengakuan dari pemilik hotel yang ditempati jamaah selain Indonesia. Di mana, banyak jamaahnya yang tak familiar dengan menggunakan sarana di hotel.

Akibatnya, ketika jamaah haji itu sudah keluar hotel dan kembali ke negaranya, pihak hotel harus mengeluarkan banyak uang untuk memperbaiki fasilitas-fasilitas yang rusak. Padahal, banyak juga jamaah haji Indonesia yang belum pernah keluar negeri atau masuk hotel, tapi karena diberi pelatihan soal menggunakan fasilitas di hotel, maka mereka tak merusak fasilitas hotel di Arab Saudi.

Begitu juga dengan budaya berlalu lintas orang Indonesia di Tanah Suci. Menurut Subhan, meskipun pada musim haji banyak jamaah haji, tetapi soal ketentuan lalu lintas di Arab Saudi juga ketat.

Misalnya, untuk naik turun jamaah harus sesuai dengan tempatnya di halte dan tak bisa seenaknya. Kemudian, soal menaikkan atau menurunkan penumpang, itu ada batas waktunya bagi bus. Jika terlalu lama, maka polisi bisa menilang bus tersebut.

Namun, ada kalanya pihak bus membela diri karena kesalahan disebabkan oleh jamaah haji yang terlalu lama. Nah, untuk jamaah haji Indonesia ini, berdasarkan pengakuan perusahaan bus pengangkut, sangat paling sedikit melakukan pelanggaran dibanding jamaah lainnya. “Kalaupun telah, paling hitungan menit,” kata Subhan.

Kemudian, dalam beribadah di Masjid Al Haram atau pun Masjid Nabawi, jamaah Indonesia dinilai sangat bisa menyesuaikan diri. Misalnya, ketika sedang penuh dan ada pengaturan oleh petugas Saudi di masjid, maka jamaah haji Indonesia paling mematuhi aturan.  Tidak seperti jamaah lainnya yang kerap memaksakan kehendaknya sendiri sehingga akhirnya harus bersitegang dengan petugas Saudi.

Namun, bukan berarti jamaah haji Indonesia tanpa kritikan. Menurut Subhan, satu-satunya kritikan yang dia dengar adalah saat jamaah berada di hotel. Di mana, beberapa pengelola hotel mengeluhkan soal penggunaan air oleh jamaah haji Indonesia.

“Orang Indonesia ini suka mandi. Setiap habis bergerak mandi, mau shalat mandi, sementara air di sini mahal. Karena, air ini kan bukan air tanah tetapi air produksi,” kata Subhan.

photo
Jamaah haji Indonesia sedang antre naik bus Shalawat dari pemondokan yang akan mengantarkan ke Masjid Al Haram, Makkah (Ilustrasi).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement