Rabu 20 Nov 2019 07:18 WIB
firts travel

Korban Tuntut Transparansi Aset First Travel

Korban Tuntut Transparansi Aset First Travel

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Subarkah
Pembagian Aset First Travel
Foto: republika
Pembagian Aset First Travel

IHRAM.CO.ID,   JAKARTA -- Persatuan Agen dan Jamaah Korban First Travel (Pajak FT) mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung menunda eksekusi lelang aset First Travel. Kendati demikian, mereka juga mendesak adanya transparansi terkait jumlah aset perusahaan tersebut yang saat ini disita negara.

"Terima kasih kepada Jaksa Agung telah menunda melelang aset sesuai harapan kami," kata juru bicara Pajak FT, Olivia Febriana Anggraeni, kepada Republika, Selasa (18/11). Olivia merupakan istri Riesqi Rahmadiansyah, kuasa hukum korban First Travel yang meninggal beberapa waktu lalu.

Olivia menyampaikan, korban First Travel saat ini terbagi ke beberapa kelompok. Awalnya, ada sekitar 20 kelompok yang masing-masing mempunyai nama perkumpulan dan kuasa hukum. Mereka memiliki caranya masing-masing untuk mendapatkan aset First Travel.

Dari 20 kelompok itu, kata dia, dua yang aktif berjuang melalui litigasi dan nonlitigasi. Kelompok jamaah pertama mengatasnamakan Yayasan Pengurus Pengelola Aset Korban First Travel. Kelompok inilah yang menggugat Andika secara pidana.

"Sementara, kami dari Pajak FT yang menggugat secara perdata. Gugatan kami daftarkan pada 4 Maret 2019," kata dia. Gugatan itu berupa tuntutan ganti rugi dan penguasaan aset First Travel.

Olivia menuturkan, gugatan perdata ini dilayangkan Pajak FT dan ditujukan kepada Andika Surahman sebagai tergugat dan kejaksaan sebagai turut tergugat. Putusan gugatan yang diajukan ke PN Depok itu akan dibacakan pada 25 November 2019.

Bagaimanapun hasil gugatan itu, ia menekankan perlunya diselesaikan soal kesimpangsiuran jumlah aset milik First Travel yang telah disita negara. \"Karena, beberapa kali kami meminta daftar aset kepada penyidik, sampai saat ini belum diberikan,\" ujarnya.

Agen perjalanan First Travel mulai melayani perjalanan umrah pada 2011. Pada awal 2017, skema bisnis yang mereka jalankan macet dan ribuan pendaftar di First Travel gagal berangkat. Pendiri perusahaan itu, Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari, kemudian dijadikan tersangka.

Pada Mei 2018, Pengadilan Negeri (PN) Depok memvonis bersalah Andika (20 tahun penjara, denda Rp 10 miliar), Anniesa (18 tahun penjara, denda Rp 10 miliar), dan petinggi First Travel lainnya, Kiki Hasibuan (15 tahun penjara, denda Rp 5 miliar). Hakim juga memutuskan seluruh aset First Travel dirampas negara. Pada Januari 2019, Mahkamah Agung menguatkan putusan PN Depok tersebut.

Sejauh ini, pihak penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan belum mengungkapkan total aset First Travel yang dirampas, baik dalam bentuk uang tunai, saldo rekening di bank milik perusahaan itu dan para terpidana, maupun hasil kurasi barang bukti berupa aneka sandang bermerek, rumah dan tanah, ataupun kendaraan.

Ralat aset

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Mukri juga meralat perkiraan kerugian yang mencapai Rp 900 miliar. Menurut dia, jumlah aset yang disita tersebut belum bisa ditentukan. “Itu masih debatable,” kata dia kepada Republika, kemarin.

Sementara itu, kuasa pelindung aset Andika Surachman, H Muhammad Amir Latukonsina, mengatakan, daftar aset atau rekap P21 penting didapatkan jamaah untuk mengetahui apa saja aset yang telah disita. "Rekap sita P21 asli dari Bareskrim yang sekarang ini dari kejaksaan perlu kami dapatkan agar kami mengetahui aset mana yang tidak disita dan disita oleh penyidik," ujar dia.

Dalam amar putusan PN Depok Nomor: 83/Pid.B/2018/PN.Depok terkait kasus First Travel, diketahui perusahaan itu berhasil menghimpun senilai Rp 1.319.535.402.852 di rekening perusahaan First Anugerah Karya Wisata. Jumlah itu berasal dari setoran 93.295 calon jamaah dalam rentang waktu Januari 2015 hingga Juni 2017.

Dari jumlah calon jamaah yang berhasil dijaring, 29.985 orang kemudian diberangkatkan sejak 16 November 2016 sampai 14 Juni 2017. Sisanya, sebanyak 63.310 calon jamaah dengan total uang setoran Rp 905.333.000.000 belum diberangkatkan.

Dana mereka yang tak jadi berangkat itu kemudian disebar lagi ke sejumlah rekening milik para terpidana. Dana itu digunakan, antara lain, untuk menambal kekurangan biaya jamaah yang berangkat lebih dulu, membeli sejumlah properti, kendaraan mewah, perusahaan, sandang bermerek, serta membiayai perjalanan ke luar negeri para terpidana. Total dana korban yang telah dibelanjakan itu, jika menengok amar putusan PN Depok, mencapai Rp 260.333.260.000.

Artinya, semestinya masih ada sekira Rp 644.999.740.000 dalam rekening bank.‬ Namun, dalam salinan barang sitaan, jumlah total saldo dalam puluhan rekening milik terpidana yang disita hanya berkisar Rp 5,5 miliar yang terdiri atas uang rupiah dan dolar AS. Jumlah tersebut belum termasuk sekitar 500 aset yang disita.

Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) menyerahkan persoalan eksekusi lelang aset First Travel ke Kejaksaan Agung. "Tidak ada yang perlu dikomentari karena eksekusi kewenangan jaksa," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah saat dihubungi Republika, Selasa (19/11).

Menurut Abdullah, nanti uang hasil lelang tersebut akan disimpan di kas negara oleh kejaksaan. Dalam kasus ini, kata dia, menjadi kewenangan kejaksaan apakah uang hasil lelang itu dimasukkan ke kas negara atau dikembalikan ke korban.

"Karena, itu uangnya jamaah bukan uangnya negara, tapi dibagi melalui negara dalam hal ini kejaksaan," kata dia. Jadi, kata dia, meski MA memutuskan aset dirampas negara, bukan berarti aset harus tetap disimpan di kas negara.

Ia mengatakan, dalam kasus First Travel ini, majelis hakim MA dalam putusannya memang menguatkan putusan PN Depok dan Pengadilan Tinggi Bandung. "Jadi, silakan mau menunda, mau melaksanakan itu juga kewenangannya (kejaksaan) bukan kewenangan MA lagi," ujarnya.

Abdullah mengiyakan, hakim juga tidak menghitung aset-aset First Travel yang menjadi barang bukti dalam persidangan. "Kan sudah disita dari polisi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement