Kamis 21 Nov 2019 07:40 WIB

Wapres: Solusi First Travel Harus Adil

Aset First Travel harus dikembalikan kepada jamaah korban penipuan.

Warga melintas di depan Kantor First Travel Building atas nama Andika di jalan Radar Auri, Depok, Jawa Barat, Rabu (20/11/2019).
Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Warga melintas di depan Kantor First Travel Building atas nama Andika di jalan Radar Auri, Depok, Jawa Barat, Rabu (20/11/2019).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menegaskan, aset First Travel harus dikembalikan kepada jamaah korban penipuan. Oleh karena itu, meski putusan memerintahkan disita negara, ujungnya harus diberikan kepada jamaah.

"Karena kan itu dananya jamaah yang dipakai oleh First Travel, ya. Dan karena itu, ketika asetnya disita, ya, harus dikembalikan ke jamaah," ujar KH Ma’ruf di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (20/11).

Baca Juga

KH Ma’ruf pun berharap otoritas yang berwenang bisa optimal dalam melelang aset First Travel. Dengan begitu, proses pengembalian aset kepada jamaah bisa dilakukan. Namun, KH Ma’ruf menekankan, pengembalian aset First Travel ini bisa dilakukan secara adil.

"Kita serahkan kepada pihak otoritas, mereka punya mekanisme sendiri, yang penting itu prinsipnya adil lah. Kalau dia itu rugi, ruginya berapa persen, ya, tidak semua. Yang gede-gede, yang kecil-kecil, ya adil lah," kata KH Ma’ruf.

Apalagi, menurut KH Ma’ruf, laporan korban penipuan First Travel sudah terdata."Nah, dana yang terkumpul itu berapa banyak, tinggal berapa persen dana yang terkumpul dari masing-masing itu," ujar Ketua nonaktif Majelis Ulama (MUI) tersebut.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan vonis terhadap pendiri First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan, dengan hukuman masing-masing 20 tahun dan 18 tahun penjara. Direktur Keuangan First Travel Kiki Hasibuan juga dihukum 15 tahun penjara.

Permasalahan dimulai dari putusan tingkat kasasi di MA yang menetapkan bahwa seluruh harta First Travel bukan dikembalikan ke jamaah, melainkan dirampas oleh negara. Para korban kasus itu kemudian menyatakan keberatan dan meminta aset First Travel yang disita dapat dibagikan ke para korban.

Kendati demikian, sejauh ini belum ada keterangan pasti, baik dari tuntutan dan dakwaan jaksa maupun putusan pengadilan, soal nilai total aset yang disita dan kemudian dirampas negara untuk dilelang. Dalam amar putusan hanya dituliskan item-item yang disita sekitar 800 buah. Sebagian di antaranya diputuskan akan dikembalikan, sedangkan sekitar 529 aset bernilai ekonomi selebihnya akan dirampas negara.

Jumlah itu jauh dari aliran dana yang dibacakan dalam putusan. Hakim sempat membacakan bahwa dana yang dihimpun First Travel dari 93 ribu calon jamaah sejak 2015 hingga 2017 mencapi Rp 1,3 triliun. Dari jumlah itu, kira-kira 23 ribu jamaah diberangkatkan, sedangkan 63 ribu sisanya dengan nilai setoran Rp 905,3 miliar belum berangkat.

Dari setoran 63 ribu jamaah itu, dalam amar putusan disebutkan, sebagian telah digunakan untuk menalangi kekurangan biaya jamaah yang berangkat. Dana jamaah tersebut juga digunakan para terpidana membeli properti, kendaraan, perusahaan, barang-barang mewah, dan membiayai perjalanan. Dalam hitungan Republika berdasarkan amar putusan itu, total yang dibelanjakan mencapai Rp 260.333.260.000.

Artinya, semestinya masih ada kira-kira Rp 644.999.740.000 dalam rekening bank.‬ Namun, dalam salinan barang sitaan, jumlah total saldo dalam puluhan rekening milik terpidana yang disita hanya berkisar Rp 5,5 miliar yang terdiri atas uang rupiah dan dolar AS. Jumlah tersebut belum termasuk sekitar 500 aset yang disita.

photo
Pembagian Aset First Travel

Hitung aset

Terkait kerancuan nilai aset itu, Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyatakan akan melakukan perhitungan ketika lelang akan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Depok. "Penghitungan aset itu ketika lelang," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Mukri kepada Republika, Rabu (20/11).

Mukri enggan membahas masalah nilai aset First Travel yang menurut perhitungan para korbannya tidak sesuai. Sebab, menurut dia, Kejakgung dalam kasus ini hanya menerima pelimpahan berkas acara pemeriksaan (BAP) tersangka dan barang bukti dari kepolisian ketika P-21. Kejaksaan tidak menghitung nilai aset. "Kita hanya menerima barang bukti," ujar dia.

Mukri mengatakan, saat ini kejaksaan masih melakukan kajian agar aset yang dirampas untuk negara menurut putusan kasasi tersebut tetap dapat dibagikan kepada jamaah korban First Travel. "Kejaksaan sedang melakukan kajian untuk menentukan opsi apa yang akan dilakukan dalam rangka mengupayakan pengembalian aset FT kepada jamaah," katanya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) melalui Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menekankan, mekanisme lelang aset First Travel diserahkan ke kejaksaan. Selanjutnya, kejaksaan dapat menentukan uang hasil lelang aset itu diserahkan kepada jamaah atau dimasukkan ke dalam kas negara. \"Jadi, silakan. Mau menunda, mau melaksanakan, itu juga kewenangannya (kejaksaan), bukan kewenangan MA lagi,\" kata dia.

Kuasa hukum bos First Travel Andika Surachman, Boris Tampubolon, mengatakan, penghitungan ulang aset diperlukan. Selain untuk mengetahui nilai kerugian jamaah, penghitungan juga untuk mengetahui mana-mana saja aset Andika yang disita penyidik kepolisian merupakan aset sebelum dugaan tindak pidana yang dilakukan Andika pada tahun 2015. "Iya, pada akhrinya harus dihitung ulang sama mereka berapa sebenarnya aset semua ini," katanya.

Menurut dia, idealnya memang perlu ada pemisahan mana aset yang disita dari harta pribadi Andika, mana aset yang disita dari perusahaan, dan mana aset berupa barang atau uang yang disita dari mesin pencari jamaah First Travel di kantor cabang, agen, PIC, mitra, dan jamaah. "Dari situ baru bisa dibagi-bagi ke jamaah atau Andika," katanya.

Boris mengaku sampai saat ini tidak memiliki bukti bahwa ada aset-aset yang disita penyidik kepolisian tidak dimasukkan ke dalam BAP Andika. Akan tetapi, ia memang mendengar kuasa hukum jamaah korban yang mengeluhkan bahwa BAP milik Andika berisi aset yang telah disidangkan palsu. "Soal aset-aset, itu sebetulnya kita enggak ada buktinya. Kalau omongan yang tersebar, bilangnya memang begitu," katanya.

Secara pribadi, menurut dia, Andika ingin mengembalikan uang jamaah. Bahkan, ia rela seluruh asetnya dilelang agar jamaah dapat berangkat ke Tanah Suci. Namun, Andika sekarang sudah tidak memiliki apa-apa untuk diberikan kepada jamaah. "Karena aset sudah dirampas negara," kata Boris berdalih.

Eni, salah satu korban First Travel yang tergabung dalam Persatuan Agen dan Jamaah Korban First Travel (Pajak FT), mengaku pasrah dengan keputusan pemerintah. Dia hanya berharap ada solusi dari pemerintah untuk menyelesaikan kasus yang sudah berjalan dua tahun lebih ini. "Saya sudah pasrah. Semua terserah pemerintah, kami hanya ingin uang kembali atau diberangkatkan," katanya. n fauziah mursid/ali yusuf, ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement