REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) berharap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak membuat hubungan Kementerian Agama dengan penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) tak harmonis. Amphuri berharap putusan ini dapat memperbaikin sistem pengelolaan umroh oleh Kemenag dan mengayomi PPIU sebagai penyelenggara.
"Semoga hasil putusan ini tidak mengurangi sahabat di Kemenag," kata Sekjen Amphuri Firman M Nur saat dihubungi, Senin (30/3).
Firman berharap, ke depannya Kemenag dapat terus memperbaiki tata kelola perjalanan umroh. Sehingga aturan-aturan yang dibuat Kemenag dapat dirasakan manfaatnya oleh jamaah dan PPIU sebagai penyelenggara umrah.
"Yang melindungi jamaah dan mengayomi PPIU selaku penyelenggara Umroh yang sah," katanya.
Sebelumnya PPTUN) mengabulkan gugatan 32 anggota Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri) yang menggugat Surat Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor 323 Tahun 2019 tentang Pedoman Pendaftaran Jemaah Umrah tanggal 18 Juli 2019 (SK 323/Siskopatuh).
Kuasa Hukum Penggugat Hermanto mengatakan, dengan putusan ini maka proses penyelenggaraan umroh melalui SK 323/Siskopatuh tidak berlaku lagi dan ditunda pelaksanaannya. Sehingga penentuan secara sepihak besaran setoran awal biaya penyelenggaraan ibadah umrah (BPIU) paling sedikit Rp 10 juta oleh Kemenag tidak berlaku lagi.
"Dan sudah sewajarnya biaya setoran awal tergantung pada kesepakatan jamaah dan PPIU," katanya.
Melalui putusan ini juga, penentuan secara sepihak BPIU oleh Kemenag yang menganggap lunas biaya umrah setelah membayar Rp 20 juta juga tidak berlaku lagi. Karena memang masing-masing PPIU memiliki paket umrah yang berbeda-beda sesuai fasilitas yang ditawarkan.
"Seharusnya biaya penyelenggaraan umrah tergantung pada paket dan fasilitas sesuai pilih jamaah yang ditawarkan masing-masing PPIU," katanya.
Putusan ini juga menghapuskan cara pembayaran umrah melalui cicil sebanyak 3 kali pembayaran sampai dengan batas lunas, tidak berlaku. Dan sudah seharusnya kata dia, teknis pelunasan disepakati oleh jamaah dan PPIU bukan diatur Kemenang melalui SK Dirjen 323.
"Untuk menentukan teknis pelunasan tidak boleh dibatasi dan diatur Kemenag," katanya.
Herman mengatakan, sejak mempelajari materi gugatan klienya banyak masalah dalam Siskopatuh yang dinilai bertentangan dengan UU dan Asas-Asas Umum Pemerintahan hang Baik. Untuk itu ia yakin gugatan yang diajukan kliennya akan dikabulkan majelis hakim.
Herman berharap, melalui putusan ini, ke depannya Kemenag khususnya Dirjen PHU lebih akomodatif, aspiratif dalam membuat kebijakan. Dan yang terpenting memperhatikan semua hal sehingga dapat merepresentasikan kepentingan semua pihak, terutama jamah khususnya PPIU yang telah memberikan kontribusi kepada pemerintah dapak mengurangi pengangguran.
"Karena bagaimanapun juga stakeholder di lapangan yang menunjang kesuksesakan penyelenggaran Umroh adalah PPIU, oleh karena itu seharusnya semua pihak dapat bersinegi dengan baik," katanya.
Sementara itu, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Dirjen PHU Kemenag Arfi Hatim mengaku menghormati putusan majelis hakim PTUN yang mengabulkan gugatan penggugat.
"Tentunya kami menghormati keputusan pengadilan," katanya.
Arfi mengaku, sampai saat ini belum membaca hasil dari putusannya sehingga belum dapat menentukan langkah hukum selanjutnya. Meski demikia, dia telah menerima informasi terkait putusan ini dari biro hukum sebagai kuasa hukum Kemenag. "Nanti kami pelajari dan kaji dulu putusannya," katanya.
Dihubungi terpisah Ketua Umum Kesthuri Asul Azis Taba mengaku enggan berkomentar atas putusan ini. Saat ini Kesthuri masih konsentrasi dengan pandemi Covid-19 yang berdampak pada penyelenggaraan haji dan umrah.
"Terima kasih, sementara ini kita konsentrasi dulu di urusan Covid-19, dan menunggu situasi kapan penyelenggaraan umroh dibuka kembali," katanya.