REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi memang kini tengah berpikir keras dan terus menimbang soal penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2020. Ini mengingat adanya pandemi Corona yang masih meluas sampai saat ini, yakni saat Ramadhan tiba.
Pada awal tahun ini, misalnya, pemerintah Saudi menghentikan perjalanan ke tempat-tempat suci sebagai bagian dari umrah yang terjadi sepanjang tahun. Patut diketahui, membatalkan penyelenggaraan iabdah haji, bagaimanapun, akan berarti pukulan ekonomi besar bagi negara tersebut sebab ini terkait dengan roda bisnis secara global, seperti industri perjalanan haji. Jutaan Muslim mengunjungi kerajaan Saudi setiap tahun. Dan hingga kini soal ziarah haji memang pernah belum dibatalkan sejak berdirinya Kerajaan Saudi pada tahun 1932.
Tetapi sebenarnya dalam sejarah yang panjang, memang telah ditemukan banyak contoh dalam kurun sepanjang dari 1.400 tahun sejarah ibadah haji. Terutama di mana begitu banyak terjadi kendala dan banyaknya kejadian yang membuat ibadah ini harus dibatalkan karena adanya konflik bersenjata, penyakit, atau sekadar pertiakaian politik biasa. Berikut ini beberapa di antaranya catatan sejarah yang membuat penyelenggaraan ibadah haji dibatalkan. Artikel ini mengutip theconversation.com
Dibatalkan karena pecahnya konflik bersenjata.
Dibatalkan karena meletusnya perang atau konflik bersenjata itu merupakan salah satu gangguan penyelenggaraan iabdah haji yang paling awal terjadi, yakni pada tahun 930 M. Kala itu ada sekte Ismailiyah, sebuah komunitas minoritas Syiah, yang dikenal sebagai Qarmatia menggerebek kota Makkah karena mereka percaya haji sebagai ritual kaum pagan.
Saat itu orang-orang Qarmati dikatakan telah membunuh puluhan peziarah dan melarikan diri dengan batu hitam (hajar Aswad) di Ka'bah. Mereka membawa batu itu ke benteng mereka yang ada di Bahrain.
Akibatnya, ibadah haji pada tahun itu ditangguhkan oleh pemerintahan Abbasiyah, sebuah dinasti yang memerintah atas kerajaan besar yang membentang dari Afrika Utara, Timur Tengah hingga India modern dari tahun 750-1258 M. Mereka membayar tebusan untuk pengembalian Hajar Aswad lebih dari 20 tahun kemudian.
Dibatalkan akibat perselisihan politik
Pembatalan penyelenggaraan ibadah haji akibat adanya ketidaksepakatan politik dan konflik sering kali terjadi karena jamaah haji dari tempat-tempat tertentu dicegah melakukan haji. Hal ini karena kurangnya perlindungan keamanan di sepanjang rute darat ke Hijaz, wilayah di barat Arab Saudi di mana Makkah dan Madinah berada.
Pada tahun 983 M, penguasa Baghdad dan Mesir berperang. Para penguasa Fatimiyah Mesir mengaku sebagai pemimpin sejati Islam dan menentang aturan dinasti Abbasiyah di Irak dan Suriah.
Tarik-menarik politik mereka berimbas dengan tertahannya berbagai peziarah dari Makkah dan Madinah selama delapan tahun, hingga 991 M.
Kemudian, selama jatuhnya Fatimiyah di tahun 1168 M, orang Mesir tidak bisa memasuki Hijaz. Juga dikatakan bahwa tidak ada seorang pun dari Baghdad yang dapat melakukan haji selama bertahun-tahun setelah kota tersebut jatuh ke invasi Mongol pada tahun 1258 M.
Bertahun-tahun kemudian hal serupa juga terjadi saat adanya serbuan militer tentara Napoleon dari Prancis yang bertujuan untuk memeriksa pengaruh kolonial Inggris di wilayah tersebut. Akibatnya, adanya ekpasni ini kemudia mencegah banyak peziarah naik haji. Ini terjadi antara tahun 1798 dan 1801.
Batal karena munculnya penyakit
Sama seperti saat ini yakni terjadinya pandemi Coronoa, penyakit dan malapetaka alam lainnya juga menghalangi berkali-kali menghalai jalan para peziarah haji ke Makkah.
Dalam hal ini memang ada laporan bahwa epidemi jenis apa pun yang pertama kali menyebabkan haji dibatalkan adalah wabah wabah di tahun 967 M. Selain itu adanya bencana kekeringan dan kelaparan menyebabkan penguasa Dinasti Fatimiyah membatalkan rute haji darat di tahun 1048.
Selain itu, haji sempat dibatalkan karena meluasnya wabah kolera dalam beberapa tahun sepanjang abad ke-19. Wabah ini merenggut nyawa ribuan peziarah selama musim haji. Satu wabah kolera di kota-kota suci Makkah dan Madinah pada 1858 memaksa ribuan orang Mesir melarikan diri ke perbatasan Laut Merah, di mana mereka kemudian dikarantina sebelum diizinkan bisa pulang kembali ke tempat asalnya.
Memang, untuk sebagian besar pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, kolera tetap menjadi "ancaman abadi" dan sering menyebabkan gangguan pada haji tahunan. Wabah kolera di India pada tahun 1831 merenggut ribuan nyawa peziarah dalam perjalanan mereka untuk melakukan haji.
Bahkan, dengan banyak wabah beruntun cepat, haji sering terputus sepanjang pertengahan abad ke-19.
Pembatalan Haji di tahun terakhir
Dalam beberapa tahun terakhir juga, ziarah haji telah terganggu karena banyak alasan serupa.
Pada 2012 dan 2013 otoritas Saudi mendorong orang sakit dan orang tua untuk tidak melakukan ziarah di tengah kekhawatiran Sindrom Pernafasan Timur Tengah, atau MERS.
Isu geopolitik dan hak asasi manusia kontemporer juga memainkan peran dalam siapa yang mampu melakukan ziarah haji. Pada 2017, sebanyak 1,8 juta warga Muslim Qatar tidak dapat melakukan haji. Ini karena setelah adanya keputusan Arab Saudi bersama tiga negara Arab lainnya untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan negara itu atas perbedaan pendapat tentang berbagai masalah geopolitik.
Pada tahun yang sama pula, pemerintah Syiah seperti Iran menyamaratakan tuduhan bahwa Syiah tidak diizinkan melakukan ziarah oleh otoritas Sunni Saudi. Dalam kasus lain, Muslim yang setia menyerukan boikot dengan mengutip catatan hak asasi manusia Arab Saudi.
Keterangan Foto: Pekerja sanitasi yang mengenakan masker pelindung membersihkan kompleks Masjidil Haram di Makah.
Namun apa pun alasannya, keputusan untuk membatalkan haji pasti akan mengecewakan umat Islam yang ingin melakukan ziarah ke Tanah Suci. Kini pun banyak di antara mereka telah berbagi secara online mengema sebuah hadis yang relevan yang memberikan panduan tentang bepergian selama masa haji. epidemi: “Jika Anda mendengar wabah penyakit di suatu negeri, jangan memasukinya; tetapi jika wabah itu pecah di suatu tempat ketika Anda berada di dalamnya, jangan tinggalkan tempat itu. ”