REPUBLIKA.CO.ID, Berikut ini kami akan muat secara serial khazanah peradaban Islam. Tulisan ini kami cuplik dari buku 'Sejarah Islam' karya Dr. Siti Zubaidah, M.Ag. Beliau adalah Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) dan Pasca Sarjana Universitas Islam Sumatra Utara, Medan.
Dalam tulisan ini dikisahkan soal kehancuran kehadiran kerajaan Safawi di Persia. Kerajaanini berbeda dengan kerajaan Islam yang kala itu kita kenal, yakni Ottoman dan Mugahl. Ini karena menetapkan Syiah sebagai mahzab negara. Dan kerajaan ini disebut sebagai peletak dasar negara Iran. Berikut tulisannya.
==============
Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaannya, kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini berkembang dengan cepat. Nama Safawi ini terus dipertahankan sampai Tarekat Safawiyah menjadi suatu gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut Kerajaan Safawi. Dalam perkembangannya, Kerajaan Safawi sering berselisih dengan Kerajaan Turki Usmani.
Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti kerajaan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi’ah dan dijadikan sebagai Madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya Negara Iran dewasa ini.
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan Tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan. Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi’ah yang keenam “Musa al-Kazim”. Pada awalnya Tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada akhirnya memerangi orang-orang ahli bid’ah. Tarekat ini menjadi semakin penting setelah ia mengubah bentuk Tarekat itu dari pengajian Tasawuf murni yang bersifat local menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia.
Dalam perkembangannya Bangsa Safawi (Tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran Syi’ah). Karena itu, lama kelamaan murid- murid Tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah.
Bermula dari prajurit akhirnya mereka memasuki dunia perpolitikan pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas gerakannya dengan menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan- kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki, yang akhirnya menyebabkan kelompok Juneid kalah dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK Koyunlu, juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.
Tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut. Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar secara resmi pada tahun 1470 M, lalu Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Hasan dan lahirlah Isma’il yang kemudian hari menjadi pendiri Kerajaan Safawi di Persia dan mengatakan bahwa Syi’ahlah yang resmi dijadikan Mazdhab kerajaan ini. Kerajaan inilah yang dianggap sebagai peletak batu pertama negara Iran.
Gerakan Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh. Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu.
Akan tetapi Ya’kub, pemimpin AK Koyunlu, menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya.Setelah dapat dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M).
P