REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu memastikan dana jamaah haji tidak digunakan di luar kepentingan jamaah haji, termasuk digunakan untuk penguatan rupiah seperti yang ramai diberitakan. Hal tersebut disampaikan Anggito saat diskusi virtual "Pengelolaan Dana Haji Oleh BPKH”, Kamis (5/6).
"Alhamdulillah tidak ada uang jamaah yang dipakai untuk keperluan di luar jamaah," kata Anggito saat menjadi pembicara tunggal dalam diskusi yang digelar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI).
Anggito mengatakan hampir seluruhnya uang jamaah haji yang dikelola BPKH sejak awal dikembalikan kepada jamaah haji. BPKH tidak sama sekali mengeluarkan uang jamaah untuk keperluan di luar jamaah haji berangkat ke Tanah Suci. "Hampir seluruhnya 98 persen itu kembali ke jamaah haji," ujarnya.
Anggito menyampaikan bahwa nilai aset atau dana kelola dan nilai manfaat BPKH setiap tahun sejak awal mengelola tahun 2017 sampai tahun 2019 terus meningkat. Dana hasil pengelolaan BPKH tahun 2019 sebesar Rp 7,2 Triliun digunakan untuk kepentingan jamaah haji.
"Menurut tim audit kami, kami menghasilkan Rp 7,2 triliun, jadi itulah kurang lebih hasil kelola BPKH yang Rp 7,2 Triliun seluruhnya itu dimanfaatkan untuk jamaah haji," katanya.
Anggito memastikan nilai Rp 7,2 Triliun merupakan hak jamaah haji yang dikelola BPKH itu merupakan hasil investasi dari bisnis-bisnis sesuai syariah yang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji. Untuk itu BPKH selalu berusaha mendapatkan return atau pengembalian dari investasi yang lebih optimal.
"Meskipun dari yang risk-nya rendah. Kami sudah punya kebijakan BPKH itu low to medium kami tidak masuk ke dalam resiko-resiko tinggi, karena prinsip pengelolaan hasil, pertama adalah keamanan," katanya.
Kata dia, BPKH sejak dipercaya mengelola dana jamaah haji selalu taat mengikuti kebijakan DPR dan Kementerian Agama untuk memberikan subsidi kepada jamaah haji. Kata dia, yang seharusnya jamaah membayar biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) sampai Rp 70 juta, dengan subsidi itu jamaah hanya membayar sekitar Rp 35 juta saja.
"Belum lagi sebagian dari nilai pengembangan dan sebagian berasal dari nilai manfaat jamaah yang belum berangkat yang dibagikan kepada jamaah yang belum berangkat," katanya.
Ia memastikan, nilai manfaat juga tidak diberikan kepada jamaah yang akan berangkat, tetapi diberikan juga untuk jamaah haji yang belum berangkat atau jamaah tunggu. Berapa jumlah atau nilai masing-masing, menerima nilai manfaat itu diatur oleh Kemenag dan DPR.
Pada kesempatan itu Anggito juga menyampaikan bagaimana BPKH memantau pendaftaran jamaah haji tahun 2020 saat kondisi normal atau sebelum wabah Covid-19 terjadi di Indonesia. Menurut catatannya tahun lalu jamaah yang mendaftar sekitar 700 ribu, karena tahun ini ada wabah virus corona, pendaftar menurun, tidak banyak seperti tahun lalu.
"Sekarang ini karena kondisi covid, kemungkinan ada pengurangan jumlah karena banyak umat yang masih belum mampu," katanya.